Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Gol Olivier Giroud ke gawang Manchester United pada Sabtu (19/11) ternyata sangat bernilai tinggi. Tidak hanya sebagai penyelamat Arsenal dari kekalahan, juga sebagai pemutus dahaga yang telah berlangsung selama sembilan tahun.
Penulis: Dedi Rinaldi
Gol tersebut memang menciptakan fakta unik. Inilah gol pertama yang dilesakkan Arsenal atas tim yang dilatih oleh Jose Mourinho di kancah Premier League sejak Gilberto Silva mencetak gol pada sembilan tahun silam, yaitu pada Mei 2007.
Gelandang Arsenal asal Brasil itu mencetak gol dari titik penalti dalam laga yang berakhir imbang 1-1 antara The Gunners versus Chelsea pada musim 2006-2007. Saat itu, Mourinho merupakan Manajer dari Chelsea.
Giroud butuh waktu untuk tersadar bahwa dirinya merupakan sosok yang memutus dahaga tersebut.
Pasalnya, seusai pertandingan striker asal Prancis ini masih terfokus pada proses gol yang diciptakan dan sisi dramatisnya.
“Tadi sebuah umpan silang yang sangat bagus dari Chambo (Alex Oxlade-Chamberlain). Gol ini penting bagi kami dan saya sangat senang bisa melakukannya,” kata Giroud tentang gol dramatis yang bersarang di gawang Setan Merah United tersebut karena terjadi di menit-menit akhir.
Namun, begitu tersadar pun tentang fakta unik bahwa gol tersebut merupakan peruntuh rekor sembilan tahun, Giroud tetap tidak begitu tertarik.
Ujung tombak berusia 30 tahun ini lebih tertarik membicarakan tentang nasib selanjutnya di tim inti.
Pada musim ini, menit bermain Giroud memang minim, berbeda dari musim sebelumnya.
Kehadiran Giroud sebagai pemain inti terkendala tak hanya karena cedera yang dideritanya usai memperkuat timnas Prancis di ajang Piala Eropa 2016, juga pada pola yang kini dikembangkan Arsenal.
Manajer Arsenal, Arsene Wenger, pada musim ini kerap memainkan satu penyerang saja, bahkan seolah tidak perlu dilakoni oleh striker murni.
Wenger kerap memainkan Alexis Sanchez, yang aslinya second striker, sebagai penyerang tengah untuk menggantikan peran Giroud.
Wenger terasa tengah menyukai eksploitasi pemain di posisi sayap dan khususnya memberikan keleluasaan kepada gelandang Mesut Oezil.
Hasilnya harus diakui cukup gemilang dengan menempatkan Arsenal terus bercokol di wilayah empat besar serta terjadinya peningkatan produktivitas gol pada gelandang.
Giroud memahami kondisi ini, tetapi menekankan dirinya berbeda tipe dari Sanchez.
Giroud merupakan striker murni yang terbiasa bekerja di seputaran kotak penalti lawan.
Kendati begitu, Giroud menjamin bahwa tetap bisa bekerja sama dengan pemain bertipe lain seperti Sanchez.
“Saya dan Sanchez merupakan penyerang dengan profil yang berbeda, tapi kami juga bisa bermain bersama,” kata Giroud tentang kemungkinan dirinya bertandem dengan Sanchez.
Giroud mencontohkan pengalamannya di timnas Prancis pada Piala Eropa 2016.
Saat itu, Giroud diduetkan dengan penyerang Antoine Griezmann, yang memiliki karakter mirip dengan Sanchez. Duet ini sukses mengantar Prancis menembus laga final.
Namun, pada sisi lain Giroud mengakui bahwa semuanya itu akan tergantung pada pola apa yang dipakai Wenger. Pasalnya, sang manajer tengah menyukai peran striker tunggal.
Artinya, Wenger akan memilih dari dua pilihan yang tersedia, yaitu Sanchez atau Giroud.
Wenger sendiri masih bersikap “abu-abu” mengenai hal ini, meski menurutnya bukan tidak mungkin malah memainkan keduanya.
“Tim memiliki dua pilihan saat ini. Karena Giroud hanya bisa bermain di tengah, maka saya bisa mengawinkannya dengan Sanchez, yang dimainkan kembali ke posisi sayap,” kata Wenger.
Wenger bukan tipe pelatih yang suka memamerkan janji.
Bisa jadi pola tersebut akan segera dimainkan dan bisa lebih berguna saat Arsenal bermain di Liga Champions, di mana strategi ini bisa mengejutkan para lawan.