Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Meski tidak mencetak gol saat Chelsea berpesta lima gol tanpa balas ke gawang Everton pada Sabtu (5/11/2016), Victor Moses tidak bisa dilepaskan dari kisah sukses ini. Inilah contoh pemain yang “bukan siapa-siapa”, tapi selalu menjadi elemen penting.
Penulis: Dedi Rinaldi
Moses memang bukan bintang yang banyak mendapat sorotan. Moses datang pertama kali ke Chelsea dari Wigan Athletic pada Agustus 2012, saat The Blues berada di tangan manajer Roberto Di Matteo.
Namun, karakter Chelsea yang terkenal doyan membeli pemain bintang membuat pemain berusia 25 tahun itu kerap tersingkir dari daftar pemain utama.
Moses pun seperti tak pernah memiliki rumah karena lebih sering dipinjamkan ke klub lain. Moses pernah dipinjamkan ke Liverpool (2013-2014), Stoke City (2014-2015), dan terakhir ke West Ham United (2015/16).
Manajer Antonio Conte lalu menariknya pulang ke Stamford Bridge. Dengan kerja keras dan berada di usia matang, ternyata Moses mampu membuktikan kemampuan terbaiknya dan akhirnya meraih tempat di formasi pilar.
Moses menjadi pilihan utama di gelandang sayap dalam pola 3-4-3 ala Conte. Moses juga disukai karena tak segan untuk menjaga pertahanan bila tim tengah mendapat serangan gencar. Mantan bek Chelsea, Mario Melchiot, mengagumi kiprah Moses ini.
“Posisinya bukan yang termudah untuk dimainkan. Anda harus fit dan memiliki kecerdasan. Moses sudah bisa menyesuaikan diri dan menghadapi tugas barunya dengan baik. Saya harap dia bisa terus mempertahankan performa bagus ini,” kata Melchiot.
Moses memang harus terus bekerja keras untuk mempertahankan kariernya di klub besar sekelas Chelsea. Pasalnya, kehidupannya yang sudah sulit sejak remaja dan kini telah beranjak membaik memang harus dijaga dengan ketat.
Anak Pendeta
Sejak usia 11 tahun, Moses sudah ditinggal orang tuanya, seorang pendeta di Nigeria yang terbunuh dalam pergolakan. Moses lalu pergi ke Inggris dalam upaya mencari suaka dan kemudian bersekolah serta bergabung di tim sepak bola sekolah.
Bakat besar di sepak bola lalu membuat akademi sepak bola klub Crystal Palace mengajaknya bergabung sejak 2007 hingga 2010. Pada usia 20 tahun, Wigan Athletic merekrutnya dan di klub inilah Moses bertemu Melchiot, bek Chelsea yang melanjutkan karier di Wigan.
“Saya bermain dengan Moses di bawah asuhan Roberto Martinez, yang terkesan pada talentanya. Kami pernah berbicara mengenai bagaimana mungkin klub besar tidak bisa melihat Moses. Tidak butuh waktu lama lalu Chelsea melihat kualitas Moses dan menariknya,” kata Melchiot.
Namun, gegar budaya karena berangkat dari kerasnya kehidupan masa lalu serta masih berusia muda tampaknya membuat Moses sulit untuk fokus. Tidak hanya di pertandingan, melainkan pula di tempat latihan.
Moses pun menjadi pemain yang tidak terlihat di tengah lubernya bintang di Chelsea. Hal inilah yang membuat Moses sering dipinjamkan ke berbagai tim sampai akhirnya Conte memberinya peran yang membuat Moses mendapatkan tanggung jawab lebih besar.