Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Ada mutu ada harga. Sebuah jargon klasik yang bisa diterapkan di bidang apa saja. Termasuk sepak bola, di mana seorang pesepak bola andal lazimnya juga dibanderol mahal oleh klub induknya.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Sepanjang berlangsungnya kompetisi profesional si kulit bulat, penghuni planet bumi telah menjadi saksi seputar penerapan hukum tertua di bidang jual-beli tersebut.
Sejak pergantian milenium terakhir, korelasinya semakin tampak jelas. Kesuksesan sebuah klub ditopang kehadiran pemain termahal dunia.
Real Madrid merasakannya ketika menjadikan Luis Figo pesepak bola termahal sejagat dan meraih titel La Liga di musim 2000/01.
Begitu pula saat membeli Zinedine Zidane dan Ronaldo di dua musim beruntun berikutnya, untuk kemudian menjuarai Liga Champion 2001/02 dan La Liga 2002/03.
Perekrutan Kaka dan Cristiano Ronaldo di musim panas 2009 menebalkan gairah Madrid guna merebut Copa del Rey di 2010/11 dan La Liga setahun berselang.
Namun, dampak kedatangan CR7 baru memuncak seusai akuisisi Gareth Bale di 2013/14, di mana sepasang gelar LC singgah sebanyak dua kali.
Serupa Los Merengues, rival mereka di Ranah Spanyol, Barcelona, juga menikmati dampak dari daftar belanja fantastis saat membeli Zlatan Ibrahimovic di 2009, lalu Luis Suarez di 2014.
Jika Ibra menyumbang trofi La Liga, El Pistolero turut menghadirkan trigelar berupa La Liga, LC, dan Copa del Rey.
Memang, dampak pembelian pemain berbanderol selangit tak melulu muncul di musim debut mereka. Suarez adalah contoh terideal karena langsung menyabet triplete di Camp Nou.
Sementara itu, Ronaldo butuh dua musim penuh untuk meraih titel pertamanya bersama Madrid.
Akhir Musim
Karena itu, rasanya sama sekali belum tepat apabila publik langsung menjatuhkan vonis gagal terhadap rapor Paul Pogba di awal musim 2016/17.
Sebagai penyandang label pemain termahal di dunia saat dibeli Manchester United senilai 105 juta euro, wajar jika Pogba dituntut berprestasi optimal.
Namun, ia tetap harus diberi waktu hingga akhir musim untuk dinilai secara adil. Toh nama-nama pengukir rekor pembelian termahal tak semuanya langsung nyetel. Jika pun cepat beradaptasi, tak lantas menjamin juga datangnya gelar di musim perdana mereka.
Perbandingan paling relevan mungkin bisa dilihat dari kiprah mereka dalam durasi 12-15 partai resmi, seperti yang saat ini dijalani Pogba sejak mendarat dari Juventus.
Dari perspektif ini, rapor Pogba lebih baik dari Figo dan sedikit mirip Zidane. Artinya, ada probabilitas Pogba bakal menutup musim dengan raihan gelar. Entah itu di Premier League, Liga Europa, Piala Liga, atau Piala FA.