Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sorot Paul Pogba, Teka-teki Tuan Serbabisa

By Kamis, 10 November 2016 | 11:31 WIB
Gelandang Manchester United, Paul Pogba, memberikan tanda tangan kepada penggemar menjelang laga melawan Swansea City di ajang Premier League 2016-2017 di Stadion Liberty, Swansea, pada 6 November 2016. (MICHAEL STEELE/GETTY IMAGES)

Mister Tuttofare (Tuan Serbabisa). Julukan itu sudah cukup menjelaskan tentang kelebihan Paul Pogba beserta alasan kenapa sang pemain asal Prancis itu belum jua bersinar di klub barunya, Manchester United.

Penulis: Sem Bagaskara

Ketika ditanya oleh legenda Prancis, Thierry Henry, terkait atribut terbaik, Pogba berpikir cukup lama.

"Saya pikir ini pertanyaan sulit, sebab saya tidak tahu," ujar Pogba dalam sesi wawancara dengan Henry, yang kini bekerja sebagai pandit Sky Sports.

Andai dilempar pertanyaan serupa, Lionel Messi barangkali akan menjawab dribel. Cristiano Ronaldo mungkin bakal menyebut tembakan keras sebagai senjata terbaiknya.

Bagaimana dengan Pogba? Wajar jika pemain binaan US Roissy-en-Brie itu bingung. Dia nyaris bagus dalam segala hal.

Ya. Tuttofare (serbabisa)! Pogba bisa menendang keras, mendribel, mengirim operan silang, sampai melepas tekel.

Tampak sangat pas jika pemain dengan atribut lengkap seperti Pogba dihargai tinggi oleh Manchester United: 89,3 juta pound atau 105 juta euro.

Tapi, di sisi lain, karakter serbabisa Pogba malah terus menjadi teka-teki yang sampai kini belum bisa dipecahkan ahli strategi United, Jose Mourinho.

Pogba diberkahi postur dan fisik kuat sebagai modal memenangi perebutan bola. Dia punya dribel oke serta langkah lebar guna menginisiasi serangan cepat nan mematikan. Jangan lupakan pula tendangan geledek andalannya.

Pemain yang juga dijuluki Il Polpo Paul (Paul Si Gurita) karena berkaki panjang itu mengingatkan kepada karakteristik gelandang tengah klasik di era 1980 dan 1990-an semodel Bryan Robson, Roy Keane, dan Lothar Matthaeus.

Robson, Keane, dan Matthaeus mirip seperti Pogba. Mereka bisa menjadi tameng bagi kuartet pertahanan dan muncul sebagai pencetak gol andal.

Namun, patut dicatat bahwa di era Robson, Keane, dan Matthaeus, taktik terbagi dalam tiga bagian jelas, yakni lini belakang, tengah, dan depan.

Strategi yang jamak dipakai waktu itu adalah 4-4-2 atau 4-3-3. Berbeda dari era modern sekarang, di mana pelatih punya tendensi untuk memecah lini tengah menjadi dua bagian dalam format 4-2-3-1.

Bahkan, 4-3-3 versi masa kini pada praktiknya berubah menjadi 4-1-2-3. Ahli strategi di era modern memberikan garis batas sangat jelas antara gelandang bertahan dan gelandang serang.


Ekspresi gelandang Prancis, Paul Pogba, dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2018 kontra Belanda di Amsterdam Arena, 10 Oktober 2016.(EMMANUEL DUNAND/AFP)

Alhasil, pemain serbabisa semodel Pogba mengalami kesulitan mempertontonkan kemampuan terbaiknya dalam format 4-2-3-1 andalan Mourinho.

Pogba tak memiliki kedisiplinan taktik plus pengetahuan posisi yang mumpuni buat bermain sebagai jangkar. Menempatkan eks pemain Le Havre itu sebagai pivot juga mengebiri atribut terbaiknya, yakni tembakan dan langkah cepat.

Namun, Pogba juga tak punya sentuhan magis plus visi cemerlang ala fantasista ketika mentas di "posisi nomor 10". Performa Il Polpo Paul bersama United belum benarbenar memesona karena dia masih terlalu bernafsu untuk melibatkan diri dalam setiap situasi.

Pogba berada di mana-mana dan sering tak taat posisi. Barangkali posisi paling pas buat Pogba adalah sebagai gelandang luar dalam format tiga pemain tengah.

Posisi itu yang membawanya berjaya bersama Juventus. Menempati pos mezz'ala (gelandang tengah luar), Pogba bisa leluasa mengejawantahkan julukannya sebagai Mister Tuttofare.

"Saya bilang kepada Pogba bahwa sesekali dia perlu bermain dengan sederhana. Dia gelandang, bukan pemain nomor 10," ujar pelatih timnas Prancis, Didier Deschamps.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P