Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Yannick Ferreira-Carrasco musim ini berkembang menjadi bintang Atletico Madrid yang menampilkan sinar paling terang. Keuletan dan semangat pantang menyerah adalah rahasia kesuksesan pemain berusia 23 tahun itu.
Penulis: Sem Bagaskara
Hidup tak pernah mudah bagi Carrasco, yang mewarisi darah Portugal dari sang ayah dan Spanyol dari ibundanya.
"Saya tak pernah lagi melihat ayah selama 15 tahun," kata Carrasco.
Ketika masih kecil, Carrasco melihat mahligai rumah tangga yang coba dibina orangtuanya runtuh. Sang ayah pergi.
Ibu Carrasco, Carmen, lantas membesarkan dan menafkahi Carrasco seorang diri dengan bekerja menjadi resepsionis.
Nama yang tertera di paspor Carrasco adalah Yannick Ferreira-Carrasco. Tapi, ia lebih suka disebut Yannick Carrasco atau Carrasco saja karena Ferreira merupakan nama keluarga sang ayah.
Ujian berat berikut yang mesti dilalui Carrasco adalah pergi jauh meninggalkan ibunya, Carmen, pada usia yang sangat muda, tepatnya 11 tahun.
Usai meniti karier sepak bola bersama Stade Everois dan Diegem Sport, Carrasco menarik minat dari salah satu klub raksasa Belgia, Genk.
Kota Genk terletak di region Flemish, kawasan Belgia yang berbahasa utama Belanda.
Waktu itu, Carrasco, yang merupakan teman sekamar Kevin De Bruyne dan Thibaut Courtois di akademi Genk, sama sekali tak menguasai dialek Flemish!
Kendala bahasa tak menghalangi perkembangan Carrasco. Buktinya, empat tahun berselang, ia memukau pemandu bakat AS, Monaco, Stephane Pauwels.
"Setelah 10 menit melihatnya bermain, saya dibuat terkesan oleh Yannick," ujar Pauwels di So Foot.
Pada 2010 Carrasco meninggalkan tanah airnya menuju Prancis guna bergabung ke Monaco saat dirinya masih berumur 16 tahun.
"Ketika menginginkan sesuatu, Anda harus melakukan segalanya. Di Monaco, saya tidur sendirian dan tak ada yang menyiapkan makan. Saya pergi ke kafetaria pada siang dan malam hari," tutur Carrasco.
Awal kariernya pun tak begitu mulus. Ia memang masuk skuat Monaco yang menjuarai turnamen usia muda bergengsi untuk kategori U-19, Coupe Gambardella 2011.
Carrasco mentas sebagai pemain pengganti pada laga final, tetapi menjadi satu-satunya pemain Monaco yang gagal menuntaskan tugas sebagai algojo di babak adu penalti.
Sekali lagi, ujian berat tak menghancurkan tetapi justru menempa Carrasco menjadi pribadi lebih kuat.
Selang setahun dari kegagalan mengeksekusi penalti di Coupe Gambardella, Carrasco mampu naik kelas ke tim senior dan berperan penting dalam keberhasilan Monaco meraih promosi ke Ligue 1 pada akhir 2012-13.
Carrasco, yang pada 2013 "hanya" mentas di Ligue 2, kemudian tampil sebagai pemain Belgia pertama yang mencetak gol di final Liga Champions.
Ia melakukannya pada musim 2015-2016 bersama klubnya sekarang, Atletico Madrid.
"Pengorbanan setiap hari menjadikannya seperti sekarang," kata pelatih Atletico, Diego Simeone, usai melihat Carrasco mencetak trigol di pekan ke-8 La Liga 2016-2017 kontra Getafe.