Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bursa calon Ketua Umum PSSI kerap menyita perhatian. Salah satu penyebabnya jelas karena sepak bola merupakan cabang olahraga yang paling diminati di negeri ini. Tak heran jika sosok yang dianggap gagal bakal menerima penghakiman dari publik, apalagi jika yang bersangkutan erat dengan kepentingan politis.
Penulis: Martinus Bangun/Gonang Susatyo
Keikutsertaan Djohar Arifin dalam bursa pencalonan Ketua Umum PSSI 2016-2020 mungkin bisa dianggap contoh nyata. Pria berusia 66 tahun yang sempat menduduki kursi PSSI-1 periode 2011-2015 ini kembali mengincar posisi serupa.
Hanya, ia menolak jika dianggap terlalu ambisius.
"Ya sah-sah saja kalau orang menganggap posisi Ketua Umum PSSI itu sebagai sesuatu yang prestisius, tapi tidak bagi saya. Keikutsertaan saya kali ini lebih untuk melanjutkan program-program terdahulu. Fair saja, kalau memang nantinya saya gagal, ya saya siap diganti dan dicaci," ujar Djohar.
Ada pula yang beranggapan bahwa PSSI itu ibarat gadis cantik dan seksi. Tingkat popularitasnya cukup tinggi dan kerap memiliki daya tarik tersendiri.
“Bagaimana tidak, organisasi ini mengurusi olahraga yang paling digemari di Indonesia," ujar Sekum Asprov PSSI DI Yogyakarta, Dwi Irianto.
Kecintaan publik pada bal-balan ini juga diiringi dengan harapan tinggi akan prestasi internasional.
Masalahnya, alih-alih merancang langkah sistematis untuk mewujudkan ekspektasi tersebut, para calon pengurus PSSI justru kerap sekadar mengumbar mimpi-mimpi indah itu.
Baca Juga: