Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sabtu (1/10/2016), Arsene Wenger genap melakoni 20 tahun masa bakti sebagai Manajer Arsenal. Pria Prancis berusia 66 tahun itu berjasa meroketkan produk-produk top selama dua dekade menangani The Gunners.
Wenger diresmikan sebagai peracik taktik Arsenal pada 1 Oktober 1996. Sejak itu pula sang monsieur membuktikan penciumannya yang tajam dalam memoles talenta pemain andal.
Secara garis besar, memilih pemain-pemain terbaik era Wenger berarti memilah kiprahnya menjadi tiga bab.
Bagian pertama adalah periode 5-6 musim perdana Wenger di Arsenal. Ketika itu, AW masih memoles banyak materi hasil warisan pelatih sebelum dia.
Bagian kedua ialah rezim keemasan, termasuk saat meraih status The Invincibles – juara tanpa terkalahkan di liga - yang bersejarah itu pada 2003-2004.
Setelahnya adalah masa kemarau gelar yang hanya menghasilkan 4 trofi dalam 11 tahun terakhir. Siapa saja para pemain terbaik yang dilesatkan Wenger dalam tiga periode berbeda tersebut? Berikut di antaranya.
1. Thierry Henry
Zaman mana pun yang dilalui, sepertinya sah-sah saja bila status anak buah terunggul era Wenger jatuh kepada Thierry Henry.
Siapa bisa menggulingkan King Henry dari takhtanya berbekal sederet prestasi dan berkah talenta fantastis? Mungkin Wenger sendiri tidak tahu jawabannya.
“Thierry mampu mengambil bola di tengah dan mencetak gol yang tak bisa dilakukan oleh orang lain di dunia ini. Aksinya membuat bek-bek lawan malu. Dia bisa mencetak gol sesuai keinginannya," ujar Wenger.
Titi, demikian sebutan akrabnya, direkrut Arsenal pada Agustus 1999 atau menjelang masa keemasan The Gunners pasca-pergantian milenium.
Sebelum Henry tiba, Arsenal menjuarai Premier League dan Piala FA 1997-1998 serta Community Shield 1998 dan 1999.
Datangnya sang pemuda dari Prancis membuka keran gelar dan kemasyhuran lebih kencang bagi The Gunners.
Baca Juga:
Pria berdarah Guadeloupe dan Martinik itu menjadi raja gol sepanjang masa Arsenal dengan 228 gol, membantu The Gunners meraih 7 trofi tambahan, dan menggoreskan standar tinggi sebagai anutan di Highbury dan Emirates.
Status anak asuh terbaik yang diemban Henry jelas dipengaruhi hasil korek-korek bakat ala Wenger dalam diri sang maskot.
Saat pertama tiba di Arsenal, Henry berstatus flop alias gagal di Juventus. Rapornya cuma 3 gol dalam 16 gim Serie A 1998-1999.
Pada titik itu, kariernya sebagai salah satu berlian mengilap Prancis kelihatan bakal tenggelam kalau tidak diselamatkan Wenger.
Manajer poliglot tersebut menggeser posisi Henry, yang tadinya winger di Juventus, menjadi striker. Henry sempat kikuk.
Butuh 9 partai bagi dirinya membuka keran gol bagi The Gunners. Setelah menuntaskan paceklik, gelontoran gol mengalir bak hujan. Titi menjelma menjadi striker kuat, cepat, tajam, dan bisa mencetak gol lewat berbagai cara.
Happy Birthday King Thierry Henry#Arsenal #Legend pic.twitter.com/WSAdGDqUxb
— ArsenalFanTV (@ArsenalFanTV) August 17, 2016
Apa saja bisa dia lakukan: menjebol gawang dengan tembakan keras jarak jauh, sepakan lob cantik, gerakan slalom, sontekan tumit, atau diving-header.
Jangan lupakan perannya sebagai eksekutor bola mati kelas wahid, pemimpin tim karismatik, serta assist-man. Komplet!
“Thierry bisa bermain untuk Arsenal seperti seorang pemain berusia 20 tahun yang tampil di kompetisi U-12. Saya tak pernah melihat kemampuan itu sebelumnya,” kata legenda klub, Paul Merson.
“Dia tipe pemain dengan semua hal yang Anda impikan sebagai pelatih. Ia punya kekuatan fisik, level teknik top, kecerdasan super, dan dedikasi terhadap pekerjaannya,” ucap Wenger.
Selama 8 musim membela The Gunners pada periode pertama, King Henry selalu mampu mencetak dua digit gol di liga. Ia kembali pada 2012 dengan tambahan 2 gol untuk menggoreskan jejak terakhir di singgasana Arsenal.
2. Dennis Bergkamp
Wenger mengakui kehadiran Dennis Bergkamp ibarat berkah dari surga.
“Sungguh beruntung menemukan Dennis sudah ada di skuat ketika saya tiba di Arsenal. Anda tak akan menemukan pemain seperti dia di mana pun. Dennis adalah orang pertama yang memajukan Arsenal ke zaman modern,” kata Wenger tentang pria Belanda itu.
AW seperti menemukan koin emas dalam kotak harta karun yang tinggal dipoles ketika bersua Bergkamp. Ia pemain pertama rekrutan manajer pendahulu Wenger, Bruce Rioch, pada 1995.
Statusnya sudah diidentifikasi sebagai pemain bertalenta besar sejak direkrut dari Inter Milan, tapi baru benar-benar berbinar di tangan Wenger.
Bergkamp disebut sebagai pelopor sepak bola fantasi. Kalau Anda pernah mendengar ungkapan ‘boring, boring, Arsenal’ yang jamak berkumandang saat klub dikomandoi George Graham, Bergkamp-lah yang berjasa menghapus stigma itu.
Karena dia, Arsenal memiliki referensi untuk bermain dengan keindahan, tidak lagi mengutamakan kekuatan fisik defensif yang membosankan.
Koleksi gol Bergkamp tidak sebanyak Henry di Arsenal, tapi dia memiliki DNA bawaan unik yang tak dimiliki pemain kebanyakan: kecerdasan, visi, kontrol bola, dan teknik yang sulit ditandingi.
Bahkan Sang Raja Thierry Henry tak sungkan memujinya.
“Pemain terbaik yang pernah tampil bersama saya? Bergkamp! Dia impian bagi seorang penyerang. Kalau sedang di lapangan, bangku cadangan, atau menonton laga di TV, Anda selalu ingin belajar dari Dennis. Dia akan melakukan hal-hal tak terduga dari mana datangnya,” kata Henry.
Sampai pensiun pada usia 37 tahun bersama Arsenal, Bergkamp mengoleksi 120 gol dalam masa bakti yang terbentang pada 1995-2006.
3. Tony Adams (dan Nigel Winterburn, Martin Keown, Lee Dixon, David Seaman)
Inilah tipe pemain langka yang sulit dicari padanannya pada era sepak bola modern. Angka 669 penampilan yang dicatat Adams – hanya untuk Arsenal – sudah menunjukkan dirinya legenda sejati The Gunners.
Adams sudah menjadi kapten selama 8 tahun saat Wenger tiba. Mantan bek kekar Inggris itu memperkuat London Merah sejak 1983, sehingga Wenger hanya kebagian memolesnya 8 tahun sebelum Adams gantung sepatu pada 2002.
Kualitas tekniknya mungkin tidak fantastis, tapi pria kelahiran 10 Oktober 1966 itu adalah pemimpin yang siap melontarkan badannya dengan cara apa pun guna mencegah lawan mencetak gol.
Karismanya luar biasa hingga mendapatkan pujian dari kawan dan lawan.
“Jujur, saya pikir Tony adalah pemain United dalam seragam Arsenal. Saya mencoba merekrutnya saat dia berusia 19 tahun, tapi tak ada peluang melakukannya,” kata eks Manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson.
Baca Juga:
Hikayat kemunculan Adams di pertahanan Arsenal tak bisa lepas dari peran tiga rekannya lagi yang membentuk tembok tangguh The Back Four yang legendaris itu. Mereka adalah paket Nigel Winterburn (1987-2000), Martin Keown (1993-2004), dan Lee Dixon (1988-2002).
Kuartet tembok Made in England itu secara kumulatif mengumpulkan 1.800-an penampilan buat Arsenal sebagai jembatan era George Graham ke Wenger.
Ditambah ketangkasan kiper David Seaman (1990-2003), lengkaplah pertahanan sangar yang dimiliki Arsenal di hadapan setiap lawan.
Kombinasi itu membuat The Gunners hanya kebobolan 17 gol sepanjang Premier League 1998-1999. Rapor tersebut menjadi rekor top-flight dalam sejarah klub semusim.
“Pertahanan tim saya tidak akan sama seperti dulu lagi. Saya tak menemukan lagi Adams yang lain. Permainan sepak bola menjadi semakin mengedepankan teknik. Mungkin kondisi itu menciptakan sedikit bek tangguh yang bermodal kemampuan fisik agresif,” kata Wenger.
4. Patrick Vieira
Bayangkan sosok monster setinggi hampir dua meter menghadang Anda. Dengan mata menyala-nyala, dia siap menubruk. Badannya tegap, kekar, kakinya menjulur menjangkau bola di kaki Anda.
Namun, setelah merebut si kulit bulat, dia berlari kilat untuk melepas umpan atau melesakkan tembakan kencang menjadi gol.
Begitulah gambaran sekilas karakter Patrick Vieira dalam masa jayanya mengomandoi lini tengah Arsenal pada 1996-2005.
Mengenang Vieira kala itu mungkin sama saja mengulas spesies terakhir pemain dengan karakter teknik dan atribut fisik mengintimidasi lawan yang sangat seimbang.
The Big Pat memiliki segala syarat sebagai arsitek di dapur permainan Wenger. Dalam kasus Vieira, si bos lagi-lagi menunjukkan kemahiran mendongkrak level pemain dari flop menjadi top.
Wenger belum bertugas penuh saat Vieira direkrut Arsenal dari AC Milan pada 1996. Sekali dipoles Wenger, pria kelahiran Senegal itu menjadi figur favorit suporter.
Vieira-lah yang mengambil alih ban kapten dari Adams pada 2002 dan memimpin Gunners tak terkalahkan semusim dalam era The Invincibles.
Saking vitalnya peran dan karisma Vieira, dia menjadi sosok yang masih dirindukan skuat Arsenal sampai saat ini sejak hengkang pada 2005.
“Manajer melihat saya sebagai pemimpin bukan karena cara saya berbicara, melainkan bagaimana berperilaku di lapangan. Alasan kenapa saya sangat sukses adalah karena memiliki hasrat ini dalam diri sendiri, inilah determinasi,” kata Vieira.
5. Francesc Fabregas
Jika ada seorang pemuda asing berusia 21 tahun yang sudah diangkat menjadi kapten, yakinlah dia bukan orang sembarangan.
Hal yang dialami Cesc Fabregas pada 2008 itu membuktikan betapa besar harapan Wenger yang disematkan kepadanya.
Kemunculan Cesc di tim utama pada usia 17 tahun menjadi penegas kehendak Wenger membangun rezim baru dengan barisan pemain muda pasca-era The Invincibles.
Lelaki Spanyol kelahiran 4 Mei 1987 itu dicomot dari akademi Barcelona pada 2003. Hanya 2-3 tahun setelahnya, Cesc mendapat tugas berat mengisi lubang sepeninggal Vieira.
Tongkat estafet dari sang senior resmi diterima berupa peninggalan kostum nomor punggung 4. Fabregas pun menonjol sebagai pengatur permainan, pemasok umpan matang, sekaligus eksekutor top dari lini kedua.
Tak heran bila koleksi golnya (57 gol) lebih banyak dari Vieira (34) saat berseragam London Merah.
Hanya, seturut kematangan sang gelandang, Wenger merelakan kepulangan Fabregas ke klub masa kecilnya, Barcelona, pada 2011.
Toh, aksi mudik Cesc ke Spanyol hanya transisi tiga musim karena dia memilih kembali ke London untuk memperkuat…Chelsea!
6. Sol Campbell (dan Lauren Bisan, Kolo Toure, Ashley Cole)
Kuartet ini tak bisa dipisahkan dalam kerangka back-four fantastis skuat The Invincibles.
“Orang mengenang The Back Four Arsenal era Tony Adams dan kawan-kawan. Kuartet tim tak terkalahkan kami pada 2004 juga tak kalah tangguh,” ujar Wenger.
Fakta mendukung ucapan sang manajer karena kombinasi Lauren-Campbell-Toure-Cole di belakang membantu Arsenal finis sebagai juara liga 2003-2004 dengan angka kebobolan terminim saat itu (26 gol).
Kisah masing-masing anggota kuartet ini juga menarik dikupas. Lauren dan Kolo ditaruh pada posisi berbeda dari peran alamiah mereka.
Lauren sempat beberapa kali bersitegang dengan AW karena disuruh mematenkan posisi sebagai full-back kanan, bukan tempat naturalnya di lini tengah atau gelandang kanan.
Wenger secara pribadi bahkan mengklaim Lauren sebagai rekrutan terbaiknya karena “klub melirik dia saat tidak diminati tim lain," ucapnya.
Seperti tak disangka-sangka, Toure dicomot dari klub Pantai Gading, ASEC Mimosas, dengan harga setara ‘sekantung kacang’, tapi Wenger menyulapnya menjadi bek sentral kelas dunia.
Hal itu juga terjadi setelah si bos menaruhnya di jantung pertahanan, alih-alih sebagai gelandang. Untuk Lauren dan Kolo, tongkat sihir Wenger untuk merevolusi posisi pemain bekerja secara baik.
Cole? Sampai saat ini, publik Gunners mungkin rindu-rindu benci dengan sosok seperti dia. Jebolan akademi Arsenal itu meroket sebagai bek sayap kiri terbaik di Inggris pada awal 2000-an.
Hanya, keputusannya pindah ke kubu seberang berseragam biru membuat Cole menjadi musuh bagi segelintir Gooners.
7. Robin van Persie
Anak emas Wenger era kekinian yang mewarisi bakat hampir setara Bergkamp dalam beberapa aspek.
Penempatan Van Persie lebih ke pos penyerang sentral membuat lelaki Belanda itu merangsek lebih banyak gol daripada Bergkamp (132 gol).
Startnya sempat lamban dengan catatan hanya 10 gol dalam dua musim awal di liga (2004-2006). Musim terbaiknya muncul pada 2011-2012 berkat ukiran 30 gol dari 38 partai.
Ironisnya, musim itu menjadi titik masa bakti terakhir RvP bagi Arsenal.
Lebih menyakitkan untuk Gunners lantaran sang idola memilih hijrah ke Man United, dan langsung membantu tim rival dari Barat Laut menjuarai liga di musim perdananya.
Pada akhirnya, salah satu sosok paling dibenci publik London Merah justru merupakan salah satu pemain terbaik yang pernah mengenakan seragam mereka.
Pemain lain yang layak disebut: Robert Pires, Freddie Ljungberg, Jens Lehmann, Marc Overmars, Steve Bould, Emmanuel Petit, Santi Cazorla, Laurent Koscielny, Bacary Sagna.
[video]https://video.kompas.com/e/5148284287001_v1_pjuara[/video]