Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Media Spanyol seperti berlomba-lomba memberikan evaluasi menyusul sepasang hasil imbang yang diperoleh Real Madrid di dua jornada beruntun. Kekecewaan ini memang belum menggeser Los Merengues dari singgasana klasemen La Liga 2016-2017. Namun, cukup untuk membunyikan alarm di Santiago Bernabeu.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Mayoritas dari para jurnalis setempat memberikan beberapa faktor kunci dari kegagalan Madrid meraih tripoin tersebut. Namun, jika ditarik garis merah, seluruhnya menyoroti lini belakang sebagai biang permasalahan.
Penilaian ini sangat bisa dimaklumi. Sebabnya, dua gol yang bersarang ke gawang Kiko Casilla, di laga kontra Villarreal dan Las Palmas, berawal dari kesalahan mendasar lini belakang Madrid. Sergio Ramos menjadi aktor antagonis di laga pertama, sedangkan Raphael Varane di laga kedua.
Ramos “terpaksa” menyentuh bola yang berujung penalti sekaligus gol pembuka buat El Submarino Amarillo. Menjelang insiden tersebut, Varane mencoba melewati penyerang lawan melalui gerakan memutar. Namun, bola justru mampu direbut dan sepakan Rigueros memaksa Ramos menghalau memakai tangannya.
Di partai melawan Las Palmas, Varane pantas dipersalahkan untuk gol pertama timtuan rumah lantaran membiarkan sundulannya mendarat tepat di kaki Tana. Dalam situasi relatif tanpa kawalan, striker tim promosi ini sukses melepas sepakan mendatar yang tak mampu dijangkau Casilla.
Real Madrid have now failed to win 3 matches in a row in all competitions, their longest winless streak under Zinédine Zidane.
— Gracenote Live (@GracenoteLive) September 27, 2016
Untuk gol kedua, yang menjadi gol penyama skor, giliran kombinasi antara Varane dan Ramos yang menjadi penyebab. Varane gagal mengantisipasi umpan melalui sundulan lawan. Sementara itu, Ramos yang menjadi orang terdekat dengan Araujo, sang pencetak gol, tak cukup garang dalam mengawal sehingga pemain Argentina itu bisa melepaskan tembakan.
Kesalahan memang menjadi bagian yang tak bisa dilepaskan dari sepak bola. Bahkan untuk klub sebesar Madrid sekalipun. Akan tetapi, ketika kesalahan elementer muncul berulang, dan berakibat Madrid gagal meraih poin penuh, berarti memang ada sesuatu yang salah.
Sebagai awal, pasangan Ramos-Varane memang sudah “salah”. Sejujurnya mereka berdua bukan duet utama di pos bek tengah. Tanden sejati Ramos dalam kisah sukses Madrid adalah Pepe.
Namun, Zinadine Zidane tak punya pilihan untuk tidak menurunkan Ramos-Varane karena Pepe masih terlilit cedera.
31 Korban Berbeda
Pepe boleh saja kerap bermasalah dengan wasit terakibat permainannya yang keras bahkan cenderung kasar. Meski begitu, Pepe masih menjadi yang terbaik dalam urusan visi bermain, membaca arah bola dan pergerakan lawan, maupun melakoni duel di udara.
Varane di sisi lain, di samping kemampuannya membantu serangan lewat umpan yang dikirim atau sundulan yang mengancam lawan, juga diwarisi kualitas apik dalam beradu sprint saat Madrid menerima counter attack. Masalahnya, Varane cukup sering mempertontonkan grafik inkonsisten.
Karena itu, selama Pepe masih meringkuk di ruang terapi, Madrid harus siap menerima kenyataan bahwa duet Ramos-Varane bisa terekspos sewaktu-waktu. Lini belakang bukan satu-satunya problema yang dihadapi Madrid. Lini depan juga ikut menyumbang porsi besar dalam rentetan dua hasil imbang tersebut.
Hanya lima gol yang dicetak trio BBC adalah parameter paling sederhananya. Di saat trisula MSN, rival mereka di Barcelona, sukses menyumbang 20 gol, dalam rentang yang sama BBC baru mengontribusikan seperempatnya.
92 - Under Zinedine Zidane, Real Madrid have bagged 92 goals, as many as in their first 35 games with Carlo Ancelotti. Legacy. pic.twitter.com/9bB6z03r0o
— OptaJose (@OptaJose) September 26, 2016
Okelah, Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo masih kelelahan karena melakoni jam terbang tinggi di Euro 2016. Namun, bukan itu masalahnya. Bersama Karim Benzema, Bale dan Ronaldo sukses menciptakan 20-an peluang di setiap laganya.
Artinya, faktor akurasi dan efektivitas BBC yang pantas disorot. Dalam sepekan terakhir, pasukan Zizou sukses mencatatkan 61 tembakan, yang 23 di antaranya mengarah ke gawang. Ketika cuma lima gol yang berhasil disarangkan dalam rentang ini, rasanya Zizou sudah layak mulai membunyikan alarm bahaya di ruang ganti Bernabeu.
Terlepas dari dua faktor minus ini, Zizou tetap bisa bersikap optimistis. Terutama menyangkut catatan apik yang diperlihatkan Benzema. Berkat golnya ke gawang Las Palmas, artinya Benz mampu mengoyak seluruh tim Primera Division yang pernah dihadapinya sejak mengenakan jersey Madrid pada 2009-2010.
Total 113 gol Benzema di La Liga memakan 31 korban berbeda. Granada menjadi tim “favorit” Benz dengan 9 kali dijebol.