Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Setelah gagal total di dua edisi terakhir (2012 dan 2014), Indonesia menatap Piala AFF 2016 dengan kondisi yang tidak normal. Selain jadwal turnamen yang sulit digeser karena memang tak ada yang menduga sanksi FIFA dicabut, ada pula pembatasan maksimal dua pemain yang dipanggil dari setiap klub.
Penulis: Kukuh Wahyudi
Keadaan ini diyakini bakal menjadi batu sandungan bagi timnas untuk memperbaiki tren di turnamen dua tahunan Asia Tenggara itu. Padahal, dengan seluruh pemain terbaiknya saja, misi Tim Merah Putih naik ke podium tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Dua pemain Indonesia yang lama menghabiskan waktu di luar negeri, Andik Vermansah dan Dedi Gusmawan, tak habis pikir dengan kondisi itu. Ucapan bernada menyayangkan pun meluncur dari keduanya.
Baca Juga:
Menurut Andik, seharusnya pelatih Alfred Riedl bisa dengan bebas memanggil seluruh pemain terbaik tanpa mengkhawatirkan jatah pemanggilan. Gelandang Selangor FA (Malaysia) itu berharap kebijakan pembatasan itu masih bisa direvisi sebelum AFF berlangsung.
“Buat apa main di kompetisi (TSC) bila tidak untuk timnas? Masih banyak pemain bagus yang tidak dipanggil karena pembatasan ini,” ucap pemain kelahiran Jember, 23 November 1991, itu.
Hal senada diutarakan oleh Dedi, bek tengah yang sempat berkarier di Zeyar Shwe Myay (Myanmar). Menurut pemain berusia 30 tahun kelahiran Deli Serdang itu, pembatasan pemain justru merusak momentum kebangkitan Indonesia.
“Saya rasa tidak etis dan tidak fair. Piala AFF tahun ini seharusnya bisa jadi momentum untuk menunjukkan kepada dunia kita bisa berprestasi,” tuturnya.
Kedua pemain itu pun coba membandingkan kebijakan di Indonesia dengan negara di mana mereka berkarier, Malaysia dan Myanmar.