Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Wawancara Jens Lehmann: Apakah Mario Goetze Hanya Ingin Nyaman?

By Jumat, 2 September 2016 | 12:43 WIB
Jens Lehmann saat diwawancarai oleh JUARA di Wisma Atria kawasan perbelanjaan Orchard Road, Singapura (28/8/2016). (DOK. BUNDESLIGA)

Perawakan tinggi besar, muka sangar, julukannya pun Mad Jens alias Si Gila Jens. Itulah dia, eks kiper Borussia Dortmund, Arsenal, dan tim nasional Jerman: Jens Gerhard Lehmann.

Penulis: Rizki Indra Sofa

Aksi-aksi kontroversialnya amat membekas di ingatan. Mulai gestur yang konfrontatif terhadap striker Manchester United, Ruud van Nistelrooy, hingga lemparan bola ke arah striker Southampton, Kevin Phillips, pada 2003. Bisa jadi dari sana julukan Si Gila muncul.

Dalam acara Bundesliga Legends Tour 2016 di Singapura pada 28- 29 Agustus, BOLA mendapatkan kans langka berbincang langsung dengan pria berusia 46 tahun itu.

Siapa sangka, tampilan luar yang begitu gahar dengan cepat terhapus usai tatap muka. Tutur katanya begitu pelan dan lembut, senyum terus tersungging di wajah, dan ia tanpa ragu menjawab pertanyaan dari BOLA.

Berikut petikan wawancara singkat dengan Si Gila.

Bundesliga sudah dimulai dan Bayern Muenchen menang besar lagi. Pertanda mereka juara?

Tidak juga! Muenchen memang bagus, tapi Bremen (lawan Bayern Muenchen) memang harus segera berubah. Bremen sangat buruk.

Dortmund juga menang. Pierre-Emerick Aubameyang mencetak dua gol. Dortmund akan terlalu bergantung kepada Aubameyang?

Saya tak sependapat. Semasa mereka masih mempunyai Robert Lewandowski, striker yang sangat bagus, mereka tidak bergantung kepadanya.

Ketika dia tak bermain, pemain lain bisa menutupinya. Sekarang juga sama. Dortmund mendatangkan talenta muda dan berharap bisa kompetitif. Memang kehadiran Aubameyang memberikan kekuatan ekstra.

Apa yang bisa diharapkan dari Mario Goetze di Dortmund?

Semuanya tampak sangat senang membicarakan Goetze. Tapi, dia yang harus bertanya kepada diri sendiri, kenapa bisa sampai jarang bermain. Bahkan, dia minim penampilan di Euro 2016.

Dia harus bekerja keras atau hanya akan diingat sebagai pemain yang mencetak gol kemenangan di final Piala Dunia 2012. Saya pikir, dia tak ingin diingat seperti itu.

Sebagai eks pemain, bagaimana Anda menilai pemain yang pindah ke klub rival, kemudian balik lagi seperti Goetze?

Saya ragu dia mendapatkan nasihat yang tepat karena pulang ke klub lama setelah pindah ke klub rival selalu sulit. Faktanya, dia bukan pemain yang sama seperti sebelum dia pindah.

Di Muenchen saat ini, seorang pemain harus benar-benar bagus buat bermain reguler.

Sekarang, dia disambut seperti anak yang hilang pulang kembali ke rumah, mendapat dukungan, dianggap akan nyaman. Tapi, sebagai pemain, apa dia ingin tantangan atau seterusnya dimanja seperti anak kecil?

Beberapa tahun yang lalu, situasi mirip pernah terjadi dengan Shinji Kagawa yang pindah ke Manchester United dan kembali ke Dortmund.

Anda lihat? Apakah dia memberikan efek yang lebih besar buat Dortmund? Rasanya tidak.

Sekarang semua tergantung pada Goetze apakah dia mau bekerja lebih keras, melakukan sesuatu yang lain untuk menjadi pemain yang lebih bagus atau dia akan menjadi seperti Shinji.

Sejujurnya, saya tak terlalu bisa menilai karena tak bisa melihat langsung apa yang sudah dia lakukan, misalnya di sesi latihan.

Dari sudut pandang pemain, apa beda Bundesliga era Anda dengan era saat ini?

Perkembangan Bundesliga begitu cepat. Bundesliga menjadi produk yang lebih baik, infrastruktur juga membaik.

Banyak tim memperkuat diri menjadi kompetitif. Tempo permainan juga lebih cepat.

Menengok era saya, Bundesliga memproduksi pemain berteknik tinggi. Kalau dibandingkan dengan tim nasional Jerman yang tampil di Euro 2016, para pemain bintang masa lalu tetap akan bisa masuk skuat, seperti Lothar Matthaus, Andreas Moeller, Karl-Heinz Riedle, Juergen Klinsmann, dan Rudi Voeller.

Mereka pemain hebat. Jadi, dari sisi kualitas pemain dengan masa lalu, saya tak melihat ada perbedaan yang jauh.

Bicara soal timnas, Jerman U- 23 ke final Olimpiade 2016, tapi kalah dari Brasil.

Pencapaian yang bagus. Tapi, saya tak pernah melihat Jerman kalah di babak adu penalti.

Ada yang memberi tahu saya, kali terakhir Jerman kalah di babak adu penalti itu pada tahun 1976! Jadi, hasil di Olimpiade pengecualian.

Lagipula, mereka bukan tim utama. Mereka tim B atau C. Sampai ke final adalah prestasi bagus, tapi seharusnya tak boleh kalah di adu penalti. Mereka sedikit merusak reputasi kami. Hahahaha...

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P