Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Masa Depan Sepak Bola Indonesia Buram Tanpa Direktur Teknik

By Segaf Abdullah - Rabu, 24 Agustus 2016 | 01:36 WIB
Direktur Pengembangan Kompetisi PSSI, Tommy Welly (ketiga dari kanan), dalam acara bertajuk Forum Diskusi BOLA dengan tema Timnas Menuju Piala AFF: ”Saatnya Garuda Bangkit,” di Kantor Redaksi BOLA, Palmerah, Jakarta, Selasa (23/8/2016). (ANDREAS JOEVI/JUARA.NET)

Direktur Pengembangan Kompetisi PSSI, Tommy Welly, menegaskan pentingnya peran direktur teknik (dirtek) pada sebuah tatanan sepak bola nasional. Pada posisi tersebut, sepak bola Indonesia pernah punya Pieter Egge Huistra pada periode 2013-2015. Dirtek sangat penting bagi masa depan sepak bola sebuah negara.

Didatangkan pada acara bertajuk Forum Diskusi BOLA dengan tema Timnas Menuju Piala AFF: ”Saatnya Garuda Bangkit,” Towel, sapaan Tommy Welly, sedikit mengulas bagaimana fungsi direktur teknik. Menurut Tommy, dirtek punya fungsi untuk perencanaan sepak bola.

"Sejak 2014, FIFA sudah mengampanyekan dengan kuat menyoal peran penting direktur teknik dalam sebuah federasi," ucap Towel kepada JUARA di kantor redaksi BOLA, Palmerah, Jakarta, Selasa (23/8/2016).

"Untuk merekrut direktur teknik, federasi butuh dana pada kisaran 20.000-25.000 dollar AS."

Direktur Pengembangan Kompetisi PSSI, Tommy Welly

"FIFA sudah menyebutkan ada tiga peran penting dalam sebuah federasi. Mereka adalah presiden federasi, sekretaris jenderal, dan direktur teknik," lanjutnya.

Selain itu, Tommy juga menjelaskan perbedaan mendasar antara direktur teknik dan pelatih kepala. Menurut Tommy, direktur teknik berorientasi pada jangka panjang.

Misalnya, bagaimana dia mempersiapkan pelatih hingga kompetisi usia muda dan semua itu bukan sesuatu yang instan.


Pelatih Persipasi Bandung Raya, Pieter Huistra, memberikan instruksi di pinggir lapangan kala PBR bermain lawan Persegres Gresik United di Piala Jenderal Sudirman pada Minggu (22/11/2015). Huistra sebelumnya merupakan dirtek PSSI.(SUCI RAHAYU/BOLA/JUARA.net)

Sedangkan pelatih kepala itu berorientasi jangka pendek. Jadi, soal hasil akhir, lolos fase grup, atau juara Piala AFF adalah ranah dari Alfred Riedl.

Sebelum kena sanksi FIFA pada 30 Mei 2015, direktur teknik timnas Indonesia dihuni pria asal Belanda, Pieter Huistra. Namun, seiring dengan sanksi tersebut, kontrak pria berusia 49 tahun itu pun terpaksa diputus oleh PSSI.

"Pada 2013-2015, kami sudah menata posisi direktur teknik di PSSI. Kala itu, ada subsidi yang diberikan oleh AFC," tuturnya.

Selepas sanksi, pembenahan tata kelola pun segera dilakukan. Salah satunya dengan kembali melirik seorang direktur teknik. Namun menurut Tommy, kompetisi yang stabil lebih dulu dibutuhkan.

Baca juga:

"APBN untuk PSSI habis. Untuk merekrut direktur teknik, federasi butuh dana pada kisaran 20.000-25.000 dollar AS," ujar pria yang juga dikenal sebagai komentator itu.

"Maka dari itu, kompetisi nantinya harus stabil agar keuangan juga bisa berjalan baik. Ya, bisa dari sponsor atau hak siar misalnya," tuturnya.

Di samping itu, Tommy juga menyatakan bahwa beberapa pelatih sudah menyatakan kesediaannya untuk menjadi direktur teknik PSSI. Tetapi, jebolan Universitas Padjadjaran itu menganggap hal tersebut belum menjadi prioritas saat ini.

"Nuansa politik masih terasa paling tidak sampai Kongres Luar Biasa (KLB) Oktober mendatang. Selain itu, dana dan federasi yang belum stabil juga masih menjadi kendala," tutur Towel.

[video]https://video.kompas.com/e/5085078906001_v1_pjuara[/video]

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P