Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Markis Kido dan Hendra Setiawan sontak menjatuhkan badan ke lantai lapangan Beijing University of Technology Gymnasium, Beijing, China. Keduanya kemudian menangis tersedu-sedu, seakan tidak memercayai apa yang baru saja terjadi.
Hari itu, Sabtu, 16 Agustus 2008 atau satu hari menjelang ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Kido/Hendra menjadi juara Olimpiade Beijing.
Mereka meraih medali emas setelah mengalahkan Cai Yun/Fu Haifeng, melalui pertarungan rubber game, 12-21, 21-11, 21-16.
"Waktu akhirnya memenangi poin itu, rasanya semua beban yang kami tanggung selama Olimpiade Beijing hilang. Plong sekali rasanya," ujar Hendra kepada JUARA.
Kido/Hendra berhak menempati podium kampiun setelah sebuah sodoran backhand yang dilepas Hendra mendarat sempurna ke sisi kiri lapangan lawan. Skor pada gim ketiga yang semula tercatat 20-16 berubah menjadi 21-16.
"Pertandingan final Olimpiade Beijing betul-betul sulit karena kami bertanding melawan pemain tuan rumah. Dukungan buat mereka tentu lebih banyak ketimbang buat kami, tetapi kami berusaha untuk bermain maksimal saja dan nothing to lose," kata Kido pada kesempatan terpisah.
"Ternyata mental kami lebih siap. Cai/Fu malah jadi tertekan saat kami memenangi gim kedua dan menyamakan kedudukan," kata Kido mengenang.
Medali emas yang dimenangi Kido/Hendra sejauh ini masih menjadi medali emas terakhir yang diraih Indonesia pada pentas Olimpiade.
Pada Olimpiade London 2012, Indonesia gagal menjaga tradisi emas yang dicatat sejak di Barcelona, Spanyol, tahun 1992.
Mendapat cedera
Perjuangan Kido/Hendra memenangi medali emas di Beijing terbilang tidak mudah. Saat melakoni persiapan yang berjalan selama enam pekan, Hendra mendapat cedera pada pergelangan kaki kiri.
Kala itu, dokter menganjurkan Hendra beristirahat selama 10 sampai 20 pekan. Namun rekomendasi ini diabaikan atlet kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, tersebut.
Alih-alih mundur dari persaingan, Hendra memilih berlatih dengan caranya tersendiri.
"Latihan saya waktu itu lebih fokus ke tangan saja, tanpa menggerakkan kaki. Pokoknya di pikiran saya cuma bagaimana caranya bisa tetap bertanding di Beijing," tutur Hendra.
Melihat sikap pantang menyerah rekannya, motivasi Kido pun ikut tersulut. Porsi latihan yang tidak ringan terus dilahapnya dengan semangat tinggi.
"Pas awal Hendra cedera, saya sempat khawatir juga. Tetapi, setelah melihat Hendra berlatih sebegitu bersemangatnya, saya jadi yakin lagi kalau ini memang momen kami," ujar Kido.
Undian berat
Ujian mental Kido/Hendra tidak berhenti di fase persiapan. Pada hari pengumuman undian pertandingan alias drawing, keduanya kembali mendapat 'tamparan'.
"Drawing kami tidak mudah. Pada perempat final kami bertemu dengan ganda Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong, yang belum pernah kami kalahkan sebelumnya. Saat itu, rekor kami 0-6," kata Kido.
Akan tetapi Kido/Hendra berhasil membuktikan bahwa statistik tersebut tidak berlaku pada Olimpiade. Pasangan yang menempati peringkat pertama dunia pada saat itu mengalahkan Koo/Tan, 21-16, 21-18.
"Kemenangan atas Koo/Tan menjadi momentum kami. Setelah menang atas mereka, kepercayaan diri kami semakin ada, semakin berlipat-lipat," tutur Hendra.
Seusai mengalahkan Koo/Tan, Kido/Hendra menemui pasangan Denmark, Lars Paaske/Jonas Rasmussen, pada babak semifinal.
Berbekal rekor pertemuan 5-4 dan kemenangan perdana atas Koo/Tan, Kido/Hendra menuntaskan laga babak empat besar itu dengan kemenangan dua gim, 21-19, 21-17.
Kemenangan bersejarah
Pertandingan final Olimpiade Beijing 2008 merupakan laga ideal yang mempertemukan unggulan kesatu, Kido/Hendra, dan unggulan kedua, Cai/Fu. Rekam jejak kedua pasangan juga terekam imbang, 3-3.
"Final melawan Cai/Fu merupakan laga yang menguji kesiapan mental. Kami punya tekanan sebagai pemain nomor satu dunia dan bermain di kandang lawan, sedangkan Cai/Fu bebannya karena bermain di hadapan publik sendiri," kata Kido.
Cai/Fu unggul lebih dulu setelah memenangi gim pertama. Diakui Kido, saat hal ini terjadi beban mereka naik satu level.
Namun ketegangan juga terjadi pada Cai/Fu. Saking tegangnya, Cai/Fu justru bermain gugup pada gim kedua.
Kesalahan demi kesalahan terus dilakukan keduanya. Sebaliknya, Kido/Hendra mulai menemukan irama permainan.
Baca Juga:
Mereka pun memenangi gim kedua dan memaksa terjadinya rubber game.
Pada gim penentuan, Kido/Hendra betul-betul menunjukkan kelas mereka sebagai pemain terbaik dunia saat itu. Berkali-kali serangan yang mereka lancarkan berhasil membuahkan poin.
Kido/Hendra sebetulnya bisa lebih cepat menyelesaikan pertandingan saat mereka meraih match point dalam kedudukan 20-12.
Akan tetapi, Cai/Fu yang belum mau menyerah berhasil menahan Kido/Hendra. Mereka bahkan sanggup menambah empat poin sebelum akhirnya tumbang pada perebutan poin ke-37.
"Momen kemenangan Olimpiade Beijing 2008 menjadi pencapaian terbesar dalam karier bulu tangkis saya. Apalagi saat itu sehari sebelum Hari Kemerdekaan Indonesia, jadi rasanya sangat bangga," kata Hendra.
Tahun ini, Hendra akan kembali tampil pada Olimpiade. Dia berpasangan dengan Mohammad Ahsan pada Olimpiade Rio 2016.
Ahsan/Hendra dijadwalkan memulai perjuangan dengan menjalani laga penyisihan grup D. Mereka akan menjumpai pasangan India, Manu Attri/B Sumeeth Reddy.