Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

5 Pemain yang Bereuni dengan Klub Lamanya

By Lariza Oky Adisty - Jumat, 22 Juli 2016 | 19:31 WIB
Ekspresi Didier Drogba usai mencetak gol ke gawang Bayern Muenchen di final Liga Champions, 19 Mei 2012. (PATRIK STOLLARZ/AFP)

Perpindahan pemain dari satu klub ke klub lain adalah hal lumrah dalam sepak bola. Namun, tidak jarang, perjalanan karier seorang pemain menggiringnya kembali ke klub yang dia tinggalkan. Berikut contoh lima pemain yang memutuskan kembali ke klub lamanya setelah sempat hengkang.

Mario Goetze adalah contoh terbaru. Setelah tiga tahun bermain di FC Bayern, pemain berusia 24 tahun tersebut memutuskan kembali ke Borussia Dortmund.

Pada periode 2009 hingga 2013, Goetze sudah pernah mengenakan seragam kuning-hitam khas Dortmund.

Goetze bukan pemain pertama yang membuat keputusan kembali ke klub lamanya. Beberapa pemain menempuh langkah seperti Goetze, yang langsung kembali setelah tidak betah di klub baru.

Sebagian lagi harus melanglang buana ke beberapa klub sebelum akhirnya memutuskan bermain di klub yang membesarkan nama mereka.

Hasilnya pun beragam; ada yang kembali menemukan permainan terbaik mereka, namun ada juga yang sudah hampir 'habis' dan gagal memanfaatkan kesempatan kedua tersebut.

Di bawah ini adalah lima pemain yang kembali ke klub lama mereka.  

1. Didier Drogba

Didier Drogba menjadi ujung tombak Chelsea dari 2004 hingga 2012. Dia membukukan 157 gol dari 340 penampilan selama delapan tahun mengenakan seragam The Blues.

Penyerang asal Pantai Gading tersebut memenangi Premier League dan Piala Liga masing-masing tiga kali, empat trofi Piala FA, dua piala Community Shield, dan satu gelar Liga Champions.


Striker Chelsea, Didier Drogba, merayakan trofi EPL 2014-2015 bersama fan usai laga kontra Sunderland di Stamford Bridge pada 24 Mei 2015.(MIKE HEWITT/GETTY IMAGES)

Setelah melengkapi koleksi trofinya di Stamford Bridge, Drogba berlabuh ke klub Liga China, Shanghai Shenhua pada 2012. Hanya satu tahun bertahan, Drogba pindah ke Galatasaray pada musim 2013-2014.

Drogba membuat kejutan satu tahun kemudian dengan kembali ke Chelsea mengikuti permintaan pelatih kala itu, Jose Mourinho.

Usia Drogba ketika itu sudah 36 tahun, tetapi dia tetap membuktikan bahwa dia masih bisa diandalkan. Pada musim 2014-2015, mantan pemain Marseille tersebut tampil 40 kali dan mencetak 7 gol.  

 

2. Andriy Shevchenko

Pada era awal 2000-an, Shevchenko dikenal sebagai salah satu bomber tajam Eropa. Saat masih memperkuat Dynamo Kyiv dari 1994 sampai 1999, Shevchenko tampil 117 kali di Liga Premier Ukraina dan mencetak 60 gol.

Pemain kelahiran 29 September 1976 tersebut memenangi Liga Premier Ukraina dari 1995 hingga 1999, tiga Piala Ukraina, satu Piala Super Ukraina, dan tiga gelar CIS Cup.

Penampilannya yang cemerlang memikat AC Milan yang kemudian merekrutnya pada akhir musim 1998-1999.


Selebrasi Andriy Shevchenko usai membobol gawang Inter Milan di Liga Champions, 6 April 2005.(PHIL COLE/GETTY IMAGES)

Di klub Serie A tersebut, Shevchenko kembali membuktikan kualitasnya. Pada musim perdananya di San Siro, Shevchenko mencetak 29 gol dari 43 kali penampilan bersama I Rossoneri di semua kompetisi.

Total, selama lima tujuh berseragam merah-hitam khas AC Milan, Shevchenko mengemas 183 gol dari 296 kali tampil.

Shevchenko lalu menyeberang ke raksasa Premier League, Chelsea, pada musim 2006-2007. Kontras dengan pencapaiannya di Kyiv dan Milan, sinar Shevchenko di klub London tersebut justru meredup.

Shevchenko hanya mencetak empat gol pada musim pertamanya di Premier League. Total, dari seluruh turnamen yang diikutinya bersama Chelsea, dia hanya menorehkan 14 gol dari 51 penampilan.

Musim keduanya juga tidak lebih baik. Dia mencetak delapan gol dari 25 kali bermain. Chelsea lalu memulangkannya ke Milan dengan status pinjaman.

Namun, periode kedua Shevchenko di San Siro tidak sama dengan masa keemasannya dulu. Dia tampil 18 kali tanpa mencetak gol di Serie A musim 2008-2009.

Seperti melengkapi siklus kariernya, Shevchenko kembali ke Dynamo Kyiv satu tahun kemudian.

Di klub pertamanya inilah dia kembali pelan-pelan menemukan maginya. Dari 2009 hingga 2012, dia membukukan 30 gol dari 83 kali penampilan sebelum akhirnya gantung sepatu pada akhir musim 2011-2012.

 

3. Shinji Kagawa

Nasib Kagawa dan Goetze nyaris serupa: mereka menjadi pilar penting Borussia Dortmund yang kemudian pergi mencari peruntungan di klub lain.

Kagawa dibeli Dortmund dari Cerezo Osaka pada 2010. Dia hanya butuh waktu satu tahun untuk membuktikan kapasitasnya di klub tersebut.

Pada musim perdananya, Kagawa tampil 28 kali dan mencetak 12 gol di semua ajang.

Dia juga menjadi bagian skuat Die Borussen yang memenangi Bundesliga musim 2010-2011 dan masuk ke susunan pemain terbaik Bundesliga kala itu.


Shinji Kagawa rayakan gol pada laga Derbi Lembah Ruhr, Minggu (8/11/2015).(PATRIK STOLLARZ/AFP PHOTO)

Kiprah Kagawa semakin cemerlang pada musim 2011-2012. Selain menjadi salah satu pemain tidak tergantikan di lini tengah Dortmund, Kagawa juga cukup produktif dalam urusan mencetak gol.

Dari 31 kali tampil di Bundesliga, pemain kelahiran Kobe tersebut membukukan 13 gol. Dia juga membawa Dortmund meraih gelar Bundesliga dan DFB Pokal pada tahun 2012 sebelum hijrah ke Manchester United.

Kagawa mencatat rekor saat mengenakan seragam Man United. Dia menjadi pemain Asia pertama yang bisa melakukan hattrick di Premier League setelah mencetak tiga gol melawan Norwich City.

Di luar hal itu, pemain berusia 27 tahun tersebut gagal menjawab ekspektasi. Selama dua musim di Old Trafford, Kagawa hanya mencetak enam gol.

Dia akhirnya memutuskan kembali ke Borussia Dortmund pada musim 2014-2015 dan terikat kontrak hingga 2018.

Hingga akhir musim 2015-2016, Kagawa mencetak 19 gol dari 84 kali penampilan. Dia juga menjadi finalis DFB Pokal selama dua musim berturut-turut.

 

4. Gerard Pique

Kasus Gerard Pique mungkin sedikit berbeda. Dia adalah produk akademi pemain Barcelona, La Masia.

Setelah tujuh tahun bermain di tim junior Blaugrana, Pique hijrah ke Manchester United pada 2004.

Sayangnya, Pique tidak mendapat cukup banyak kesempatan untuk berkembang bersama Setan Merah.

Selama empat tahun di Old Trafford, pemain berusia 29 tahun tersebut hanya mencatat 23 kali penampilan dan menyumbang 2 gol.


Pemain FC Barcelona Gerard Pique melakukan selebrasi setelah mencetak gol kedua untuk timnya pada pertandingan La Liga antara FC Barcelona dan Sevilla FC di Camp Nou tanggal 28 Februari 2016, Barcelona,Spanyol. (DAVID RAMOS/GETTY IMAGES)

Dia memilih kembali ke Barcelona pada musim 2008-2009 dan keputusannya terbukti tepat. Dia menjadi opsi utama di lini pertahanan tim Catalan tersebut. Pique juga berjasa mengantar Barcelona meraih belasan trofi.

Selama tujuh tahun di Camp Nou, Pique mengumpulkan enam gelar La Liga, empat trofi Copa del Rey, empat Piala Super Spanyol, tiga trofi Liga Champions, tiga Piala Super UEFA, dan tiga Piala Dunia Antarklub.

 

5. Robbie Fowler

Bagi penggemar Liverpool, Robbie Fowler adalah salah satu legenda klub asal Merseyside tersebut. Pemain kelahiran 9 April 1975 itu melakukan debut bersama tim senior The Reds pada 1993 ketika usianya baru menginjak 18 tahun.

Musim debut Fowler cukup impresif; dia mencetak 12 gol dari 28 kali penampilan di Premier League.

Baru pada musim kedua, sosok bertinggi 175 cm tersebut menjelma menjadi salah satu kekuatan tidak tergantikan di Anfield.


Pemain Liverpool, Robbie Fowler, mengangkat trofi Piala UEFA usai mengalahkan Deportivo Alaves dalam partai puncak di Westfalenstadion, Dortmund, Jerman, 16 Mei 2001.(GARY M. PRIOR/ALLSPORT)

Fowler tidak pernah absen dari 57 pertandingan yang dijalani Liverpool pada musim 1994-1995. Pada 1995 dia juga mencetak rekor hat-trick tercepat saat melawan Arsenal di Premier League.

Fowler hanya butuh waktu empat menit dan 33 detik untuk tiga kali menjebol gawang The Gunners. Rekor tersebut bertahan selama 20 tahun sebelum dipecahkan Sadio Mane pada Mei 2015 lalu.

Fowler terus bergelora bersama The Reds. Dia tampil 330 kali dan mencetak 171 gol. Meski tidak pernah memenangi Premier League, karier Fowler di Liverpool jauh dari kata kering trofi.

Dia memenangi Piala FA, Charity Shield, Piala UEFA, dan Piala Super UEFA masing-masing sekali, dan Piala Liga dua kali.

Fowler hengkang dari Liverpool ke Leeds United pada 2001 sebelum berlabuh ke Manchester City dua tahun kemudian.

Pada musim 2005-2006, Fowler mengejutkan para Kopites (sebutan untuk penggemar Liverpool) dengan menandatangani kontrak selama satu tahun.

Namun harus diakui, dia sudah bukan lagi menjadi pilihan utama di lini depan.

Dia hanya tampil 30 kali dalam dua musim di Premier League dan mencetak delapan gol sebelum pindah ke Cardiff City pada 2007.

Fowler lalu kembali berpindah-pindah klub sebelum gantung sepatu pada 2015.

 

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P