Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Klub sepak bola modern, terutama di liga utama Eropa, bisa dibilang beroperasi dalam jubah "ideologi" yang sama. Kebanyakan percaya bahwa pemain mahal identik dengan gelar.
Penulis: Andrew Sihombing
Keyakinan inilah yang membuat banyak klub tak segan menggelontorkan uang untuk membeli pemain bintang.
Spend big, gain bigger (mengeluarkan banyak uang demi mendapat hasil yang lebih besar lagi), itulah prinsip yang mereka pakai.
Tidak sedikit data yang dalam sudut pandang tertentu mendukung pendapat itu, termasuk bila melihat daftar pemenang Liga Champion.
Setidaknya dalam delapan dari 11 musim terakhir, partai puncak LC selalu dimenangi oleh finalis dengan total nilai pemain lebih mahal dibanding lawannya.
Musim lalu, Madrid bahkan memenangi gelar LC kesebelas dengan skuat seharga 680 juga euro sebagaimana dilansir Transfermarkt.
Data liga domestik pun memperlihatkan tren serupa.
Di Serie A misalnya, Juventus selalu tercatat sebagai klub dengan nilai pemain tertinggi pada empat dari lima musim terakhir ketika memenangi gelar liga.
Di Spanyol, Barcelona dan Madrid selalu berlari kencang di jalur perebutan juara dengan pemainpemain mahal mereka. Begitu pula takhta Liga Premier, biasanya dikuasai klub kaya.
Adalah Leicester yang mengobrak-abrik label tersebut di musim 2015/16.
Dengan nilai skuat yang hanya sepertiga dari klub seperti Chelsea, Manchester City, Arsenal, Manchester United, dan Liverpool, The Foxes berhasil menjadi kampiun. Sejumlah nama di skuat juara Leicester itu bahkan dulunya didapat secara gratis.
Buangan
Leicester bukan klub pertama yang memperlihatkan kesuksesan tidak selalu berlandaskan pada fulus. Atletico melakukannya saat menjuarai La Liga 2013/14 dan tampil di final LC pada musim itu.
Skuat Los Cholchoneros ketika itu bernilai sekitar 282 juga euro.
Angka tersebut memang merupakan yang termahal ketiga di Spanyol, tetapi bahkan tak sampai setengah dari total nilai pemain Madrid dan Barcelona.
Hampir semua pemain di tim Atletico tersebut sudah berada di Vicente Calderon sejak Diego Simeone ditunjuk sebagai pelatih pada Desember 2011. Ketika itu, total nilai pemain tim ibu kota ada di angka 190-an juta euro.
Jangan lupa bahwa inilah tim yang diisi oleh pemain-pemain buangan dan tidak diinginkan oleh klub lain. Thibaut Courtois misalnya, saat itu tak pernah dianggap lebih baik dibanding Petr Cech oleh Chelsea.
Status pilar lainnya setali tiga uang.
Diego Godin cuma bek tengah yang didatangkan dari Villarreal, Juanfran dikenal sebagai mantan winger Madrid yang turun kasta ke Osasuna, Tiago merupakan bekas pesakitan yang tak dapat tempat di Juventus, Gabi tak pernah dianggap sebagai gelandang kelas satu di Spanyol, Diego Costa lebih dikenal karena sikap kontroversialnya, dan Miranda bahkan direkrut ketika performanya tak begitu mengilap bersama Sao Paulo.
Sementara itu, David Villa dicap sudah habis ketika datang ke Atletico, Jose Gimenez dibeli dengan harga 900 ribu euro saat tak ada yang tahu siapa dia, Martin Demichelis dibeli secara gratis, dan Saul Nivuez, Oliver Torres, hingga Javier Manquillo dipromosikan dari tim junior.
Hancur
Namun, selepas memenangi La Liga 2013/14 itu pula Los Colchoneros mulai berubah. Atletico mulai berani jor-joran membeli pemain mahal.
Tak kurang dari 117 juta euro digelontorkan pada musim 2014/15 dan bertambah lagi menjadi 136 juta euro di edisi 2015/16.
Tren tersebut sepertinya bakal berlanjut di edisi 2016/17. Pekan lalu, Atletico meresmikan pembelian Nicolas Gaitan dari Benfica dengan banderol 25 juta euro atau sekitar 376,78 juta rupiah.
Kas Los Colchoneros juga diperkirakan bakal segera tergerus minimal 15 juta euro lagi bila Sassuolo menyetujui proposal pembelian bek sayap Sime Vrsaljko.
Biaya 40 juta euro untuk kedua pemain itu sudah melebihi bujet belanja di edisi 2013/14 kala menjadi juara liga domestik (36 juta euro). Cukup sampai di situ? Ternyata tidak.
Awal pekan ini, Direktur Olah Raga Andrea Berta sudah menutup kemungkinan hadirnya Gonzalo Higuain. "Dia tidak akan datang ke Atletico," ucapnya di As.
Kegagalan ini tak membuat Atletico berhenti. Isu yang beredar menyebut bahwa Edinson Cavani dan eks bomber kesayangan, Diego Costa, kini menjadi incaran.
Geliat transfer, yang diperkirakan bakal lebih kencang dibanding dua musim terakhir, bukannya tanpa alasan.
Jika sebelumnya Simeone sekadar meminta agar klub membeli pemain berkualitas supaya Atletico bisa bersaing di level atas, kini lelaki yang identik dengan pakaian serbahitam itu telah mengultimatum CEO Miguel Gil Marin untuk mendatangkan pemain megabintang agar tim asuhannya bisa bersaing dengan para raksasa finansial seperti PSG, Barcelona, Madrid, Chelsea, atau Man. City.
Kekalahan di final LC 2015/16 rupanya sempat membuat hati Simeone benar-benar hancur. As menyebut lelaki 46 tahun ini sampai berpikir untuk mundur. Demi mencegah El Cholo hengkang itulah manajemen lantas menyetujui rencana pembelian penyerang bintang.
"Simeone meyakini bahwa perkembangan yang dialami klub sejak kedatangannya pada 2011 semestinya terlihat dari rencana ekonomi dan uang yang disediakan klub untuk membeli pemain bintang," tulis laporan As tersebut.
Terlepas dari soal taktik dan kebutuhan tim, Atletico telah bergerak kian jauh dari karakter transfer yang membuatnya dipuji setinggi langit.
Namun, di mata pendukungnya, tentu hal ini tak akan menjadi masalah bila Los Colchoneros bisa menebus rasa penasaran mereka pada Si Kuping Besar.