Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pebulu tangkis nasional, Lyanny Alessandra Mainaky, mengaku senang bisa tampil untuk kali pertama pada BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016 yang digelar di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada 30 Mei-5 Juni.
"Tahun lalu, saya masing berada di bangku penonton menyaksikan pertandingan para atlet. Sekarang saya bisa tampil di sini dengan disaksikan banyak penonton. Rasanya seru," kata Lyanny seusai pertandingan.
Tampil kali pertama, Lyanny turun pada dua nomor, yakni tunggal putri dan ganda campuran bersama adiknya, Yehezkiel Fritz Mainaky.
"Sebenarnya saya fokus pada nomor tunggal. Bermain pada ganda campuran tujuannya untuk memberi pengalaman adik saya," ujar Lyanny.
Dibesarkan oleh keluarga besar Mainaky yang banyak berkiprah di cabang olahraga tepok bulu ini membuat pemain berusia 19 tahun tersebut terbiasa hingga menyukainya.
Lyanny adalah putri pertama dari pebulu tangkis Rionny Mainaky yang saat ini menjadi pelatih nasional ganda putra Jepang.
Oleh karena itu, masa kecil Lyanny dihabiskan di Negeri Matahari Terbit tersebut hingga bangku SMP.
Tak heran, dia mengaku masih canggung ketika mengucapkan kalimat dengan menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Jepang.
Selama di Jepang, dia sempat berlatih bersama Nozomi Okuhara yang merupakan Juara BWF Superseries Finals 2015.
"Saya pernah bertemu saat latihan bersama di klub Unysis. Saya mengagumi permainannya dan Nozumi sering memberi masukkan untuk permainan saya. Salah satu pesan yang saya ingat, yakni kalau bermain jangan biarkan shuttle cock turun, tetapi harus di bawa ke atas agar bisa meraih poin," tutur Lyanny.
"Saya tidak pernah dipaksa untuk menekuni bulu tangkis. Tetapi, karena sering diajak Mama menyaksikan latihan dan pertandingan bulu tangkis saya jadi tertarik dan baru menekuninya saat SMA ketika kembali ke Indonesia," ucap Lyanny.
Impian membawa nama Indonesia sudah bulat. Dia sudah mengikuti berbagai seleksi, diantaranya Kejuaraan Masters 2014 dan berbagai Sirkuit Nasional (sirnas).
"Dulu sempat dijanjikan juara dan runner-up turnamen tersebut akan masuk pelatnas, tetapi keputusan berubah. Hanya yang juara saja bisa masuk sehingga saya gagal. Nyaris saja," kata Lyanny dengan nada kecewa.
Ibunda sekaligus pelatih Lyanny, Frily Karundeng menjelaskan bahwa anaknya itu terhitung lambat mempelajari bulu tangkis. Namun, Lyanny memiliki semangat tinggi untuk belajar sehingga kemampuannya terus meningkat.
"Dia pernah mengikuti liga di Jepang saat SMP dan mewakili sekolah dalam kegiatan pekan olahraga dan seni (porseni) pada 2007. Tanpa persiapan matang dia bisa menjadi juara," tutur Frily.
Baca Juga:
Menurut Frily, setelah menjadi juara, Lianny bertekad kembali ke Indonesia supaya bisa masuk pelatnas.
"Papanya sebenarnya berat melepas dia pulang ke Indonesia, tetapi melihat tekad Lianny untuk membawa nama Indonesia Papanya rela," ucap Frily.
"Semangat dia luar biasa, meskipun dia tahu persaingan untuk masuk pelatnas tidak mudah. Di Indonesia, selain menjalani latihan dengan saya, dia juga berlatih dengan Omnya (Richard dan Marleve Mainaky)," tutur Frily.
Kedua Om Lyanny, selalu mengajak bermain untuk menambah skill dan fisik keponakannya itu.
"Kebetulan rumah Richard bersebelahan dengan rumah saya dan dia sering mengajak Lianny bermain karena saya juga harus membagi wakty mengurus anak bungsu saya yang masih berusia 4 tahun," kata Frily.
Ke depan, Frily berharap Lyanny bisa berada di peringkat ke-50 besar dunia. Selain itu, Lyanny diharapkan bisa tampil pada Olimpiade Tokyo 2020.
"Dia ingin membawa nama Indonesia pada spanduk yang akan dibentangkan di kota tempat tinggal kami, yakni Abiko kota Chiba.
Langkah Lyanny pada Indonesia Open terhenti pada babak final kualifikasi. Dia kalah dari Jauza Fadhila Sugiarto, 29-27, 10-21, 11-21.
"Sebenarnya kecewa, tetapi saya akan berusaha lebih baik lagi ke depan," ujar Lyanny.