Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kehilangan motivasi dan arah. Hal inilah yang terjadi pada Tottenham Hotspur ketika bermain di kandang sendiri, tetapi menelan kekalahan 1-2 dari Southampton pada Minggu (8/5).
Penulis: Dedi Rinaldi
Kekalahan dari Southampton secara jelas memperlihatkan bahwa Tottenham memang memiliki masalah dengan mental.
Problem itu membuat pasukan Spurs kehilangan kepercayaan diri, gairah, serta diliputi kebingungan dalam menemukan solusi tepat.
Kondisi ini terjadi karena dua hal. Pertama, gelar juara Premier League yang akhirnya dimenangi oleh Leicester City telah menghancurkan rencana besar.
Faktor kedua ialah ocehan pesaing sesama kota London, yaitu Arsenal, yang ingin melewati Tottenham dalam perebutan tempat kedua. Manajer Mauricio Pochettino tidak menyangkal kondisi tersebut.
[video]https://video.kompas.com/e/4884403094001_ackom_pballball[/video]
"Ini pelajaran bagus bagi kami sebagai tim termuda di Premier League. Seharusnya kami berpikir seperti layaknya tim besar, yang penuh percaya diri dan mampu mengelola tekanan secara cerdas,” katanya.
Kelemahan Spurs dalam mengelola tekanan juga disorot pelatih Chelsea, Guus Hiddink.
Rupanya Hiddink masih kesal pada aksi brutal pemain Spurs dalam pertemuan dengan timnya pada Senin (2/5), yang berakhir seri 2-2.
Saat itu, Tottenham yang butuh kemenangan atas Chelsea untuk menahan laju Leicester menjadi juara bermain brutal setelah sempat unggul 2-0 kemudian mulai terkejar oleh Chelsea.
Tak pelak, sesuai pertandingan Hiddink mengatakan bahwa satu alasan mengapa Tottenham gagal menjadi juara adalah mereka tak mampu mengontrol diri sendiri.
"Mereka kehilangan kontrol untuk bermain sebagai juara. Saya tak berpikir pemain Chelsea akan mendapatkan tekel kasar dan mencoba dilukai. Padahal, tim yang saat tertinggal 0-2," kata Hiddink.
Masih Beruntung
[video]https://video.kompas.com/e/4862471063001_ackom_pballball[/video]
Dampak dari beban tekanan di kubu Spurs dalam persaingan mengejar gelar juara sebenarnya sudah terlihat sejak April saat tinju gelandang muda Dele Alli bersarang pada pemain West Brom, Claudio Yacob.
Kehilangan Alli di saat tensi persaingan sangat tinggi akhirnya menjadi kerugian besar.
Tekanan mental pada Tottenham, yang terakhir kali menjadi juara Liga Inggris pada 1961, memang benar-benar telah merusak rencana.
Pada tiga pertandingan terakhir Spurs tidak pernah menang dan hanya dua kali seri.
Tekanan mental pada Tottenham, yang terakhir kali menjadi juara Liga Inggris pada 1961, memang benar-benar telah merusak rencana.
Beruntung, pada akhir pekan kemarin Arsenal juga gagal menang.
Alhasil, Spurs masih aman di peringkat dua. Akan tetapi, bila Spurs tidak segera keluar dari tekanan hingga pertandingan terakhir musim ini, maka potensi dilewati oleh Arsenal akan kembali terbuka.
Pada laga ke-38 atau partai terakhir, Spurs akan bertamu ke kandang Newcastle United, sedangkan Arsenal menjadi tamu Aston Villa.
Mengeliminir beban psikologis merupakan tugas Pochettino dan dia harus mampu melakukannya.