Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
11. Sevilla raja Liga Europa.
Banyak tema bermunculan usai panggung sepak bola Benua Biru mempersembahkan para finalis dari dua kejuaraan elite antarklub Eropa.
Dari ajang Liga Champions, Atletico Madrid kembali bersua Real Madrid. Laga ini ulangan final 2013/14 yang berlangsung di Kota Lisbon.
Di level bawah, Liga Europa menyajikan Liverpool FC untuk mencoba mengambil gelar juara milik Sevilla FC yang bertakhta dua tahun secara beruntun.
Liverpool menjadi wakil Inggris untuk mencoreng dominasi klub-klub Spanyol di Eropa.
Sebelumnya, Liverpool berhasil menggagalkan kemungkinan final sesama klub Spanyol di dua final ajang UEFA.
Dengan menyingkirkan Villarreal, pasukan Juergen Klopp disebut menyelamatkan nilai kejuaraan. Benarkah?
Saya membayangkan berbagai kemungkinan seandainya final Liga Europa mempertemukan Villarreal dan Sevilla setelah final Liga Champions memanggungkan laga derbi Madrid vs Atletico.
Tentu tidak ada yang salah bila terjadi all Spanish final di dua kejuaraan tersebut. Mereka mencapai tangga puncak dengan berjuang, bukan pemberian.
Kesimpulan lain jelas berupa pujian bagi kesuksesan klub-klub Spanyol dalam menjaga menjaga konsistensi penampilan.
Menjelang akhir kompetisi domestik, Atletico Madrid dan Real Madrid berada di urutan kedua dan ketiga, serta masih berjuang menjadi juara.
Sevilla. walau tersendat-sendat, masih kuat di papan tengah (7) La Liga.
Bagi Sevilla, final kali ini adalah untuk yang kelima di ajang Piala UEFA yang sejak 2009/10 berganti nama menjadi Liga Europa.
Sebelumnya, empat kali klub tersebut mencapai final dan semua berakhir dengan gelar juara (2006, 2007, 2014, 2015).
Dengan ambisi meraih gelar juara ke-11, Real Madrid kian mempertegas supremasi klub-klub Spanyol yang kini sudah mengoleksi total 15 gelar di Liga Champion.
Italia dan Inggris berada di urutan kedua sebagai klub pengumpul gelar terbanyak LC dengan angka 12.
Di Liga Europa, dominasi klub-klub Spanyol harus berbagi dengan Italia. Kedua negara sama-sama memiliki sembilan gelar, diikuti Inggris dengan tujuh keberhasilan.
Catatan lain, sejak Piala UEFA berganti nama menjadi Liga Europa pada 2009/10, empat dari enam panggung final menjadi milik klub Spanyol.
Dominasi klub Spanyol nyata terlihat dalam dua tahun terakhir kompetisi antarklub Eropa.
Ketika Real Madrid mengalahkan Atletico untuk menjadi juara Liga Champions 2013/14, di musim yang sama Sevilla menekuk Benfica (Portugal) di final Liga Europa.
Musim lalu, Barcelona menjuarai Liga Champion 2014/15 dengan mengalahkan Juventus dan Sevilla menundukkan Dnipro Dnipropetrovsk (Ukraina) di final Liga Europa.
Tahun ini, sebagai satu-satunya klub Inggris di antara tiga finalis asal Spanyol, tak heran bila Juergen Klopp mendapatkan sorotan khusus.
Benar, Klopp dan Zinedine Zidane adalah pelatih yang masuk di tengah kompetisi dan berhasil membawa timnya mencapai final kejuarana antarklub Eropa.
Hanya, situasi yang dihadapi Klopp bisa disebut lebih njelimet. Ia datang saat tim diombang-ambing oleh berbagai isu yang mengganggu kadar kepercayaan terhadap pelatih.
Di Liverpool, Klopp tak punya sekumpulan pemain berkelas dunia dengan nama besar yang dapat mengoyahkan kepercayaan diri lawan-lawan Madrid.
“Klopp datang dan membawa perubahan dalam pola pikir para pemain. Situasi di tim juga berubah menjadi positif.” Begitu pengakuan bek Liverpool asal Kroasia, Dejan Lovren.
Juergen Norbert Klopp (48 tahun) datang ke Liverpool pada Oktober 2015. Dalam waktu singkat, ia mengendalikan Si Merah untuk mencapai final Piala Liga Inggris melawan Manchester City.
Setelah gagal dalam final adu penalti melawan Man. City di Stadion Wembley pada 28 Februari 2016, Klopp akan memimpin Philippe Coutinho dkk. di Kota Basel, Swiss, pada 18 Mei 2016.
Untuk yang ke-35 kali Liverpool akan berjumpa klub Spanyol. Hasil sebelumnya adalah 14 kemenangan serta 10 kali seri dan kalah.
Bisakah Juergen Klopp mematahkan supremasi sepak bola Spanyol di panggung Eropa? @weshley