Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
"Dilly-ding, dilly-dong." Kalimat itu menjadi mantra sakti Claudio Ranieri untuk mengantar Leicester menuju keajaiban musim ini.
Penulis: Sem Bagaskara
Ranieri mengucapkannya ketika ia melihat intensitas pemain Leicester menurun saat berlatih.
Kata-kata yang merujuk kepada bunyi lonceng itu tampaknya begitu terngiang di telinga pemain-pemain Leicester.
The Foxes tampil konsisten sepanjang musim dan sama sekali tak mengendurkan konsentrasi.
Prediksi para peragu yang menyebut bahwa sensasi Jamie Vardy cs. akan menguap pada paruh kedua musim praktis tak terbukti.
Sepanjang paruh kedua musim Premier League 2015/16, pasukan asuhan Ranieri rata-rata mengumpulkan 2,23 poin per gim.
Catatan itu meningkat dibandingkan perolehan The Foxes pada paruh pertama musim ini (2,05 poin per gim).
Tak hanya penikmat sepak bola Inggris, Ranieri sendiri barangkali akan geleng-geleng kepala tak percaya jika melihat konsistensi luar biasa yang diperlihatkan anak asuhnya.
Alasan kenapa Ranieri pernah menyandang julukan spesialis nyaris adalah karena anak buahnya kerap mengendur kala kompetisi memasuki paruh kedua.
Alhasil, beberapa eks tim besutan Ranieri semodel Chelsea, Roma, dan Monaco mesti rela melihat impian mereka menjadi juara kandas.
Namun, Ranieri pantas lega sebab fenomena serupa kini tak terjadi kepada Leicester.
Sang manajer asal Italia juga tentu semringah melihat mantra jadulnya memberikan efek luar biasa buat Leicester.
Idiom "dilly-ding, dilly-dong" sebenarnya sudah dipakai ketika Ranieri masih bertugas di Cagliari pada rentang 1988-1991.
"Saat itu pagi-pagi buta dan pemain terlihat sedikit mengantuk. Ranieri melihat bahwa pikiran kami masih di ranjang, lalu ia berteriak: 'dilly-ding, dilly-dong!" ucap kapten Cagliari di era Ranieri, Ivo Pulga.
[video]https://video.kompas.com/e/4823763171001_ackom_pballball[/video]