Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sosok pelatih Leicester City, Claudio Ranieri, tidak diragukan lagi menjadi salah satu kunci kesuksesan klub tersebut musim ini.
Bukan saja dia punya keahlian meraih taktik, pelatih asal Italia tersebut juga direken sebagai ahli menangani kondisi psikologis pemainnya.
Pendapat tersebut dikemukakan pemain tim perempuan Chelsea dan Inggris, Eniola Aluko, dalam wawancara dengan situs BBC.
Aluko berpendapat, tekanan dan ekspektasi terhadap Leicester City untuk juara berpotensi untuk membuat mereka tersandung pada saat-saat terakhir Premier League musim 2015-2016.
22 - Leicester have won 22 league games this season, more than in any other top-flight campaign. Swift.
— OptaJoe (@OptaJoe) April 24, 2016
"Ranieri punya sedikit pemain bintang, dan dia menjaga mereka untuk tidak terintimidasi dengan prospek juara. Ranieri melakukan hal itu dengan menahan diri setiap berbicara soal kemungkinan Leicester juara, sampai kompetisi memasuki pekan-pekan krusial," kata Aluko.
Aluko berpendapat yang dilakukan Ranieri tersebut sangat penting. Sebab, tekanan untuk menjadi juara akan membuat pemain takut untuk gagal.
Rasa takut untuk gagal tersebut yang nantinya berbahaya dan membuat pemain rentan tampil ceroboh dan nantinya berimbas pada kegagalan meraih gelar.
Apalagi, di timnya, sangat sedikit pemain yang pernah merasakan tekanan meraih gelar juara. Praktis, hanya Robert Huth yang memiliki pengalaman serupa saat bermain di Chelsea. Kala itu pun, status Huth hanya pemain pilihan kesekian dan bukan pilar inti.
Sosok berusia 29 tersebut mengambil contoh dari pengalamannya sendiri ketika gagal meraih gelar Women's Super League pada 2014. Bermain melawan tim perempuan Manchester City, Aluko dan kawan-kawan kalah 1-2.
Memang, pada akhirnya pengalaman pahit tersebut dirasa Aluko membantu timnya belajar lebih fokus dan menjuarai Piala FA dan gelar liga pada musim 2014-2015. Sementara, Leicester tidak pernah mengalami situasi serupa sebelumnya.
Di sinilah peran Ranieri menjaga suasana hati pemainnya menjadi penting.
"Ranieri menyampaikan pesannya kepada pemain, fans dan media. Dia menjaga harapan timnya. Para pemain mendengarkan Ranieri, dan sikapnya yang santai membuat para pemain menikmati setiap laga, tidak peduli dengan hasilnya," kata Aluko.
Jika menilik sikap Ranieri selama bergulirnya Premier League, bisa jadi kata-kata Aluko beralasan.
Sejak menjadi pemuncak klasemen Premier League, Ranieri sangat jarang sesumbar tentang timnya.
Baca Juga:
Mantan pelatih Chelsea tersebut selalu mengatakan Jamie Vardy dkk untuk selalu kalem dan fokus. Ranieri baru mengeluarkan pernyataan berbeda pekan lalu.
"Sekarang saatnya Leicester juara, atau tidak sama sekali," begitu kata Ranieri.
Aluko merasa hasil yang dicapai Leicester akan berbeda seandainya Ranieri mulai sesumbar pada bulan November, misalnya. Para pemain akan merasa tertekan dan tidak boleh gagal.
Setelah kesuksesan The Foxes, julukan Leicester, Aluko memprediksi akan lebih banyak klub yang berambisi mengikuti jejak sensasional mereka; dari klub yang nyaris terdegradasi musim 2014-2015 menjadi kandidat juara Premier League 2015-2016.
Salah satu contohnya adalah Bournemouth yang dilatih Eddie Howe.
"Mereka bertahan di Premier League musim ini, dan bisa bangkit musim depan. Howe punya filosofi bermain yang cepat dan menyerang. Bukan tidak mungkin mereka meniru jejak Leicester. Siapa tahu, kan?" kata Aluko.
[video]https://video.kompas.com/e/4860807918001_ackom_pballball[/video]