Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Perempuan dan Sepak Bola, Menunggu Dibangunkan dari Tidur Pulas

By Jumat, 22 April 2016 | 11:59 WIB
Pemain tim nasional sepakbola putri Indonesia berlatih di Sawangan, Depok, Jawa Barat, Senin (13/4/2015), menjelang piala AFF Women Championship di Vietnam. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET)

Adakah sepak bola perempuan Indonesia sebenarnya? Kalau ya, lantas ke mana para perempuan itu sekarang? Seberapa seringkah masyarakat melihat pertandingan mereka?

Penulis: Nurusyifa/Yakub Pryatama

Itu adalah tiga dari berbagai pertanyaan soal sepak bola perempuan Indonesia dewasa ini.

Maklum, dulu, sepak bola kaum hawa tak kalah mentereng dibanding sepak bola pria.

Nama klub seperti Putri Priangan, Buana Putri, Putri Mataram, dan Putri Semarang santer terdengar di berbagai penjuru Tanah Air.

Bahkan, tim nasional sepak bola perempuan Indonesia pernah disegani di level Asia.

Prestasi terbaik mereka ialah saat menjadi semifinalis di Piala Asia tahun 1977 dan 1986.

Tapi, pelan-pelan prestasi mereka kian meredup. Salah satunya karena pembubaran pengurus Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) tahun 1993.

Galanita adalah kompetisi sepak bola yang diselenggarakan setiap tahun dan diikuti klub-klub sepak bola perempuan di Tanah Air.

Kala itu, Ketua Umum Galanita, almarhumah Dewi Wibowo, memutuskan untuk membubarkan kepengurusannya dan menyerahkan kembali kepada PSSI.

Akibatnya, kompetisi pun mandek dilaksanakan sampai saat ini.

Tertidur Pulas

Kondisi sepak bola perempuan Indonesia saat ini boleh dibilang tertidur pulas.

Penyebab yang paling sering dijadikan alasan ialah karena dibekukannya PSSI sejak 2015 lalu.

“Sebelum PSSI dibekukan, tiap tahun sering ada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) dan turnamen, tapi sekarang tidak ada.

Masih untung kami diundang bertanding, walau dengan bapak-bapak di acara khusus seperti saat memperingati hari Kartini,” kata Sri Hastuti, eks pemain timnas perempuan Indonesia 1989, yang sekarang melatih Putri Mataram.

Selain kompetisi, tentunya sepak bola perempuan pun memerlukan sokongan dana untuk membangun lapangan yang layak, pembinaan di berbagai level usia, dan segudang keperluan lain.

“Yang menjadi kendala sepak bola perempuan, ya karena tidak ada dana, juga wadah dari federasi. Tak cukup kalau cuma bermodalkan bisa bermain sepak bola,” ujar Bambang Nurdiansyah, eks pelatih timnas perempuan 2011.


Papat Yunisal saat menghadiri kursus lisensi C AFC di Bojongsari, Depok, Jum'at (27/2/2015).(HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET )

Namun, di balik itu, sebenarnya Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) ingin memberikan segala kebutuhan yang diperlukan untuk memajukan sepak bola perempuan Indonesia.

Masalahnya bantuan itu terhambat karena Indonesia tak punya turnamen sepak bola perempuan yang aktif, sebagaimana yang disyaratkan oleh AFC.

Selain itu, problem lain yang tak bisa diabaikan ialah kesadaran masyarakat soal pentingnya sepak bola kaum hawa.

Padahal, sepak bola perempuan Indonesia berpotensi besar meraih prestasi lebih daripada sepak bola pria mengingat persaingan mereka di level Asia belum terlalu rumit.

Anugerah Tuhan

Tuhan mungkin menganugerahi wanita Indonesia dengan bentuk tubuh sempurna untuk mengolah si kulit bundar.

Jika dilihat dari fisik, pesepak bola perempuan kita memiliki kelebihan untuk bersaing dengan negara-negara tetangga.

“Wanita Indonesia itu berpostur tubuh mungil dan lincah. Itu menjadi kelebihan yang tidak dimiliki wanita Eropa. Karena itu, butuh pembinaan teratur agar potensi mereka semakin terlihat,” ujar Banur, sapaan akrab Bambang.

Senada dengan Banur, pelatih timnas perempuan di ajang AFF 2015, Rully Nere, memuji potensi perempuan Indonesia. Misalnya soal teknik bermain bola, visi bermain, kecepatan lari, dan postur tubuh yang atletis.

“Tapi, soal fisik, sebenarnya ukuran pinggul perempuan Indonesia terlalu besar, dibanding pemain-pemain Asia Timur,” katanya.

Potensi-potensi itu sebenarnya sudah tercium oleh FIFA.

Buktinya, tahun 2014 federasi sepak bola tertinggi itu mengalokasikan 30 persen dari dana FIFA Goal Project untuk Indonesia, atau sekitar Rp1,6 miliar, khusus untuk pengembangan sepak bola perempuan Indonesia.

Jadi, perempuan Indonesia sebenarnya sudah siap bangkit dari tidur pulas dan kembali disegani tetangga.

Pertanyaannya, siapa yang akan membangunkan mereka?

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P