Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Deklarasi Jakarta Dinilai Tak Berpihak kepada Sepak Bola

By Yosrizal - Selasa, 22 Maret 2016 | 18:11 WIB
Kantor PSSI di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Asprov PSSI menelurkan sikap mereka dalam Deklarasi Jakarta pada Senin (21/3/2016) malam. (DOK. JUARA)

Pertemuan PSSI dengan Asosiasi Sepakbola Provinsi (Asprov) di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (21/3/2016), dinilai tidak berpihak kepada kepentingan sepak bola Indonesia. Pertemuan itu dianggap lebih kepada kepentingan untuk menyelamatkan posisi La Nyalla Matallitti.

Hal itu disampaikan mantan Sekum PSSI Sumbar, H Nursyirwan Zakariah, kepada JUARA di Padang, Selasa (22/3/2016) siang.

“Kalau saya melihat pertemuan itu ini tak lebih dari sebuah pertemuan rekayasa untuk menguatkan posisi Ketua Umum PSSI yang kini tengah bermasalah dengan Pemeintah. Mestinya, semua Aspov harus menyuarakan KLB. Karena hanya itulah jalan terbaik bila ingin sepak bola Indonesia kembali seperti semula, kalau kompetisi ingin tetap berjalan,” tutur Nursyirwan.

Menurut mantan Manajer PSP dan pengawas pertandingan (PP) Nasional itu, tak ada yang salah dari isi deklarasi tersebut. Tetapi, yang salah adalah sikap dari semua Ketua Asprov yang tidak tegas untuk menyelamatkan sepak bola.

“Kalau isi deklarasi itu saya setuju saja. Tetapi, semua itu bisa dikedepankan dalam keadaan normal. Dalam kondidi saat ini, semua pelaku sepak bola tak boleh memikirkan satu orang, tetapi kepada sepak bola ke depan,” ucap Nursyirwan.

Pensiunan salah satu bank pemerintah itu menilai pertemuan di Jakarta itu adalah sebuah rekayasi yang tidak akan mampu melepaskan PSSI dari “jerat” Menpora atau Pemerintah yang menginginkan tata kelola sepak bola negeri ini menjadi lebih baik.

“Apalagi, Ketua Umum PSSI La Nyalla sudah menjadi tersangka kasus korupsi. Untuk apa mempertahankan orang yang sudah menjadi tersangka? Proses hukumnya akan memakan waktu lama," kata Nursyirwan.

Menurutnya, lebih baik membentuk pengurus baru melalui mekanisme organisasi lewat KLB.

"Klub dan Asprov yang harus menjadi motor penggerak ke arah itu, bukan lagi membela kepentingan pribadi,” ujar Nursyirwan.