Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Badai cedera yang melanda AS Roma di ujung 2005 menghadirkan berkah buat Luciano Spalletti, Francesco Totti, dan juga klub. Sebuah solusi unik yang dikembangkan Spalletti membuat istilah false nine mulai dikenal.
Penulis: Anggun Pratama
Spalletti kala itu tak bisa menggunakan penyerang andalannya macam Vincenzo Montella, Antonio Cassano, atau Shabani Nonda akibat cedera.
Pemain serang senior fit tersisa adalah Francesco Totti.
Saat itu, Totti masih dikenal sebagai trequartista jempolan. Perannya adalah menguasai sepertiga bagian serang tim guna mendukung penyerang yang berada di depannya.
Spalletti secara cerdik memasang Totti sebagai penyerang tunggal dalam system 4-2-3-1.
Hanya, Totti tidak berperan sebagai penyerang tengah, advance forward, atau target man.
Totti tetap diberi pekerjaan sebagai trequartista. Ia memulai pergerakan tim sebagai seorang target man di depan.
Namun, ia selalu bergerak turun buat menguasai bola guna menciptakan ruang antara lini tengah dan lini belakang lawan agar dieksploitasi oleh rekan setimnya, terutama para pemain sayap.
Saat itu, Totti ditemani oleh Mirko Vucinic dan Amantino Mancini atau Rodrigo Taddei.
Secara praktik, Roma seperti bermain dengan sistem 4-6- 0. Barcelona era Pep Guardiola menerapkan sistem tersebut dengan menggunakan kemampuan Lionel Messi atau Cesc Fabregas.
Peran yang dijalankan Totti itu pun disebut false nine. Dengan sistem tersebut, Totti melesat menjadi penyerang mematikan.
Salah satu buktinya adalah ketika Totti meraih gelar European Golden Boot 2006/07 sebagai penghargaan terhadap pemain tertajam di Eropa.
Di musim tersebut, Totti membuat 26 gol di Serie A.
Andalan Baru
Spalletti bisa dibilang memperpanjang masa karier Totti. Maklum, kala dirinya mendapat ilham buat memainkan Totti sebagai false nine, usia Er Pupone sudah 29 tahun.
Totti bisa tetap tajam hingga usianya sekitar 37-38 tahun.
Kini, Spalletti tak bisa lagi terlalu mengandalkan Totti. Usianya September mendatang sudah 40 tahun. Apalagi saat Spalletti ditunjuk buat menggantikan Rudi Garcia, ia dituntut buat membalikkan peruntungan tim.
"Target saya adalah mendapatkan hasil," kata Spalletti.
"Saya membuat pemilihan tim dengan dasar itu, bukan berdasar sejarah sang pemain," tuturnya menjelang lawan Real Madrid di pertemuan pertama babak 16 besar Liga Champion pada pertengahan Februari.
Kendati begitu, bukan berarti Spalletti tak bisa menggunakan sistem 4-6-0 seperti di periode pertamanya.
Pelatih berkepala pelontos itu punya titisan Totti dalam sosok Diego Perotti.
Pemain yang baru didatangkan pada bursa musim dingin dari Genoa itu dalam dua laga terakhir di Serie A dicoba menjalankan peran sebagai titisan Totti.
Hasilnya mengerikan buat lawan. Roma menang 3-1 kontra Empoli dan menggebuk Fiorentina 4-1. Di dua laga itu, Perotti membuat dua assist plus satu gol.
Pada dasarnya, Perotti merupakan winger. Tetapi, ia punya kualitas buat dijadikan false nine.
Pergerakan tanpa bolanya prima, serta memiliki kreatifitas dan kemampuan operan yang baik.
Efek Perotti sejak bermain buat Roma memang sangat positif. Kerja samanya bareng Mohammed Salah dan Stephan El Shaarawy langsung membuat lawan jeri.
Dari enam laga Serie A yang sudah ia jalankan di Roma, pria Argentina itu mengemas dua gol dan empat assist.
Melihat performa itu, Perotti pasti dijadikan andalan dalam misi Roma finis di peringkat tiga.
"Saya datang setelah tampil bagus di Genoa. Kendati demikian, saya tidak mengharapkan bias langsung bermain sebagai pilihan utama. Rekan setim memberikan saya kepercayaan diri dan membuat segalanya lebih mudah," tutur pria berusia 27 tahun tersebut.
[video]https://video.kompas.com/e/4786868941001_ackom_pballball[/video]