Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Laga Juventus versus Napoli pada Sabtu (13/2/2016) merupakan pertarungan dua tim penjaga mimpi di Serie A musim ini. Keduanya sukses bangkit dari periode krisis penuh kritik untuk mencapai titik pertarungan scudetto.
Tak sedikit yang meragukan peluang Napoli sebagai kandidat juara musim ini. Alasan terpenting karena pergantian pelatih dari Rafa Benitez ke Maurizio Sarri, yang diangkut dari klub semenjana, Empoli.
Pergerakan Napoli di bursa transfer musim panas juga tidak mencolok. Mereka cuma membeli dua gelandang kurang top, Allan dan Mirko Valdifiori, bek sayap Elseid Hysaj, serta menarik kembali kiper Pepe Reina.
Dua pemain defensif, Vlad Chiriches dan Nathaniel Chalobah, cuma disiapkan sebagai pengganti. Prediksi Napoli bakal jeblok bahkan meluncur dari mulut legenda terbesar klub itu, Diego Maradona.
"Sarri adalah pria yang baik, tetapi tidak cukup bagus untuk Napoli. Kami tak akan memiliki tim juara bersamanya," kata pria yang sudah seperti Dewa bagi publik Napoli itu pada September lalu.
[video]https://video.kompas.com/e/4744541461001_ackom_pballball[/video]
Ucapan dan kekhawatiran Maradona terpapar di klasemen. Napoli melakoni start tanpa kemenangan dalam tiga pekan awal.
Rangkaian hasil itu menempatkan I Partenopei di peringkat ke-14. Sampai tibalah momen ketika Sarri harus menepikan ego dengan mengganti skema 4-3-1-2 pilihannya dengan 4-3-3 guna mengakomodasi potensi personel.
Hasilnya tokcer. Ketajaman Gonzalo Higuain di lini depan semakin menggila dengan sokongan dua pemain lincah, Lorenzo Insigne dan Jose Callejon, di kedua sisinya.
Debut pemakaian 4-3-3 kala itu ditandai kemenangan besar 5-0 atas wakil Belgia, Club Brugge, di fase grup Liga Europa (17/9/2015). Laga berikutnya menelurkan skor yang sama di liga saat bertemu Lazio (20/9/2015).
Duel kontra Lazio pun menjadi batu pijakan perjalanan Napoli menuju persaingan scudetto. Bermodal sistem 4-3-3, mereka melalui 21 partai liga dengan hanya satu kekalahan (vs Bologna 2-3)! Sisa 17 partai berujung kemenangan dan tiga kali berakhir seri.
Bahkan Sang Dewa pun harus menjilat ludah dan menarik ucapannya sendiri.
"Saya salah mengenai Sarri. Saya minta maaf. Ia akan membuat sejarah bersama Napoli," ucap Maradona pada November.
[video]https://video.kompas.com/e/4743325979001_ackom_pballball[/video]
Beralih ke Juventus, kondisi sang juara bertahan bahkan lebih parah. Seperti halnya Napoli, Juve gagal menang dalam tiga pekan awal. Mereka sempat melakoni start terburuk klub dalam 103 tahun!
Posisi pelatih Massimiliano Allegri disebut sudah di ujung tanduk karena Juve belum kunjung masuk 10 besar klasemen dalam 10 pekan perdana.
Mereka terpaut 11 poin dari pemimpin klasemen saat itu, Roma. Melihat pengalaman terdahulu, Juve bahkan disebut nyaris mustahil mempertahankan gelar.
"Kami harus melupakan pembicaraan tentang scudetto saat ini," kata kapten Gianluigi Buffon pada September.
Namun, titik balik penting muncul dalam laga derbi kontra Torino (31/10/2016). Juve unggul 2-1 berkat gol penentu Juan Cuadrado pada menit-menit terakhir.
Aksi heroik awak Bianconeri kala itu bak melecut semangat mereka buat bangkit dan mengejar mimpi ke jalur scudetto. Laga derbi itu pula yang mengawali streak rekor 14 kemenangan beruntun pasukan Allegri.
Simak grafik peningkatan drastis Juventus pada Januari berikut ini.
9 - Juventus have recovered nine league position in the last nine Serie A games (W9). Return. pic.twitter.com/4dRy5RnN1D
— OptaPaolo (@OptaPaolo) January 10, 2016
Kebangkitan mereka didukung kenaikan grafik performa pemain anyar, seperti Paulo Dybala dan Mario Mandzukic, serta kembalinya sentuhan Paul Pogba di lini tengah.
Yang tak kalah penting ialah lesatan Napoli dan Juve terbantu inkonsistensi Inter, Fiorentina, dan Roma. Tiga tim itu merupakan penguasa papan atas ketika Juve dan Napoli terpuruk.
Sekarang, situasi yang terjadi berlawanan. Inter cs justru harus berupaya keras mengadang mimpi Juventus dan Napoli menyempurnakan kebangkitan musim ini dengan raihan gelar.