Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Gaji Menggiurkan Bikin Pemain Top Lirik China

By Jumat, 5 Februari 2016 | 17:47 WIB
Jackson Martinez, resmi bergabung ke Guangzhou Evergrande, dengan mahar Rp 637 miliar pada Rabu (3/2/2016). (TWITTER @GZEvergrandeFC)

Mantan manajer tim nasional Inggris, Sven Goran Eriksson, merasa yakin sepak bola China akan semakin menarik minat para pesepak bola dunia. Menurut pelatih yang pernah membawa Lazio juara Serie A tahun 2000 ini, gaji nan menggiurkan membuat para pemain bintang mengalihkan perhatian ke Negeri Tirai Bambu.

Bursa transfer musim dingin yang tengah berlangsung menjadi momen China dalam menggelontorkan uang untuk membeli pemain top dari Eropa. Mereka mendatangkan nama-nama beken seperti Ramires, Jackson Martinez dan pemain incaran Liverpool, Alex Teixeira. Dua nama terakhir ini mencatat rekor transfer non-Eropa.

Eriksson, yang kini menjadi pelatih Shanghai SIPG, merasa yakin rangkaian transfer tersebut baru awal. Pria asal Swedia ini memprediksi pada masa mendatang para pemain top akan berbondong-bondong ke China karena tawaran gaji yang tinggi, di samping adanya peningkatan kualitas permainan yang ditunjukkan dalam ajang Liga Champions Asia.

"Anda tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa uang merupakan faktor utama," ujar Eriksson.

"Liga Champions Asia dulu didominasi tim dari Jepang, Korea Selatan dan Australia. Tetapi Guanzhou Evergrande yang dilatih Luiz Felipe Scolari sudah memenanginya dua dari tiga musim terakhir."

"Sepak bola di televisi setiap saat ini di sini tidak hanya Premier League atau Liga Champions, tetapi semua liga Eropa."

"Liga Super China merupakan liga yang tengah naik, sehingga menarik sejumlah pemain dengan nama besar. Akan ada lebih banyak lagi yang mengikutinya."

"Sepak bola terus meningkat setiap saat dan mereka sangat ambisius dengan tim nasional."

Eriksson menambahkan bahwa klub-klub di kota seperti Shanghai relatif agak kesulitan menarik pemain-pemain top. Meskipun demikian, mantan manajer Manchester City ini yakin bakal ada kejutan budaya.

"Masalah terbesar adalah bahasa karena sangat sulit bagi orang Eropa mempelajarinya," tambah Eriksson. "Di kota-kota besar seperti Shanghai, hal itu lebih mudah karena begitu banyak orang berbicara bahasa Inggris."