Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Selasa, 13 Maret Jakarta masih dibalut embun pagi. Hotel Kartika Chandra yang menjadi markas besar Persib selama bertarung di kejuaraan Djarum Super Divisi Utama PSSI, masih lengang. Tak ada pekik, tak ada spanduk. Padahal Minggu malam 11 Maret, di tempat itu sebuah pesta maha dahsyat tergelar secara spontan.
Puluhan ribu orang tumpah di situ. Tak heran jika Jl. Gatot Subroto menjadi macet total hingga larut malam. Pesta berlangsung di setiap sudut hotel. Di mana-mana orang melampiaskan kegembiraannya untuk menyambut sang juara baru. Menyambut keberhasilan para Maung Bodas (macan putih) menyantap mangsanya pasukan hijau dari Surabaya 2-0 di final kompetisi perserikatan itu.
Tapi Selasa pagi, semuanya sepi. Bahkan karyawan hotel pun tak lebih dari tiga orang. Sebuah bis antar kota Parahyangan dengan spanduk Persib di mukanya, mulai bergerak dari pelataran parkir tepat pukul 06.00.
Sama seperti bis antar kota lainnya yang melintas di Jl. Gatot Subroto berlalu tanpa lambaian, senyap tanpa sambutan apa-apa. Rombongan yang terdiri dari lima mobil lainnya selain bis itu, sesaat saja tenggelam dalam lajunya jalan tol.
Hanya sesekali orang di antara Bekasi-Cikampek melambaikan tangan ke arah rombongan mini itu. Juga sesekali truk-truk besar atau kendaraan kecil dengan nomor polisi D (Bandung) atau T (Karawang) memijarkan lampu untuk menyambutnya.
Di ujung tol Cikampek sebuah sedan Polisi siap menunggu mereka akan mengantar hingga Kota Kembang. Persib memang sengaja melalui Jalan Cikampek, Purwakarta, Subang baru ke Bandung. "Ini untuk tidak membuat kemacetan seperti tahun 1986. Ketika itu kami terpaksa merayap karena sepanjang jalan Bogor, Puncak, Cianjur, Bandung dipadati manusia," kata Wardaya, manajer teknik Persib yang ketika itu juga berada bersama tim itu.
Rombongan baru bertambah ketika melintasi kota Subang. Dari lima mobil tiba-tiba berubah menjadi puluhan bahkan ratusan kendaraan. Mereka berhenti di Gedung Sate, Bandung. Diterima Gubernur Yogie S. Memet di ruang sidang. Sambutan mulai menggelegar sejak gedung Sate.
Jadi Empat Jam
Maka acara kirab yang direncanakan hanya satu jam, terpaksa berjalan lebih dari tiga jam. Bukan hanya para pendukung yang berjejalan di sepanjang jalan kota Kembang merasa bahagia, para pemain pun ikut tenggelam. Sutiono bahkan jatuh pingsan lantaran gembira bercampur letih. Sutiono adalah ujung tombak muda Persib yang naik daun dalam kompetisi tahun ini.
Rombongan baru berhenti tepat pukul 16.00 atau sekitar 12 jam sejak pagi hari. Satu upacara yang benar-benar melelahkan tapi sekaligus mengharukan. "Saya benar-benar merasa seperti pahlawan sungguhan. Padahal ini cuma karena sepakbola," kata Robby Darwis yang terus menjadi bahan yang "empuk"' untuk dipeluk ibu-ibu atau gadis-gadis atau para bapak dan sebagainya. Maklum Robby memang terbilang paling cemerlang.
Tak heran jika Robby pun menerima sepucuk surat dari cucu sang gubernur yang sempat meminta sekolahnya diliburkan hanya untuk menyambut Persib. Regie Fauzan Ismail, nama sang cucu. Karena tak diberi izin untuk libur, maka ia melayangkan surat pujian yang lugu dan lucu.
Lautan manusia baru bubar setelah kota kembang diguyur hujan. Suasana nyaris kacau ketika rombongan kirab melewati Jl. Asia Afrika. Tepatnya di Alun-Alun Barat, puluhan ribu massa langsung menerjang rombongan. Hanya dengan susah-payah rombongan bisa melewatinya dengan aman.
No Bra
Yang tak kalah hangatnya, beberapa gadis berseragam sekolah melepaskan bajunya, dan dalam keadaan no-bra mereka menyambut Persib. "Kegilaan" tersebut terhenti lantaran penyambut khususnya laki-laki muda lalu mengejar "rombongan" no-bra itu. Untung tak terjadi apa-apa.
Malamnya para pemain tak bisa langsung tenang. Para tetangga yang tak sempat ikut-ikutan menyambut di sepanjang jalan, membanjiri rumah para pemain. Pendeknya Selasa lalu menjadi hari paling melelahkan bagi para pemain dan ofisial Persib. Tapi juga menjadi hari yang paling menyenangkan.
"Saya benar-benar seperti menjadi raja. Ke mana saja saya pergi, orang selalu menyambut saya. Mereka menepuk, memeluk, dan menciumi saya. Senang sekali meski juga lelah sekali," tukas para pemain.
(Penulis: Mahfudin Nigara, Broto Happy, Mingguan BOLA Edisi No. 316, Minggu Ketiga Maret 1990)