Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
bulan ini, suasana sepakbola sangat terasa. Setiap hari tidak pernah kosong pertandingan. Baik dari divisi I, II, III, IV maupun turnamen-turnamen lainnya.
Contohnya klub Queens Park Rangers yang bermarkas di White City, tepatnya di stadion Jalan South Africa alias Afrika Selatan itu, melawan calon juara, klub Aston Villa.
Wegerle
Duduk di rumput hijau bersama-sama fotografer Inggris, BOLA menyaksikan bagaimana permainan QPR dan Villa, begitu cepat, semangat, dan menarik.
Villa, yang kini berada ditampuk teratas klasemen, turun dengan pemain-pemain intinya, seperti David Platt, Tony Daley, maupun Tony Cascarino, pemain baru Villa yang dibeli dari Milwall seharga 1,5 juta pound atau sekitar 4,5 milyar rupiah.
Begitu juga dengan QPR, turun dengan kiper kedua Inggris, David Seaman, Paul Parker, Ray Wilkins, maupun pemain yang sempat diperebutkan oleh 4 negara, Roy Wegerle.
Ambisi Villa untuk memetik angka penuh di kandang lawan ternyata gagal. Ini disebabkan oleh permainan QPR yang sejak ditangani oleh pelatih Don Howe (asisten Bobby Robson di tim nasional), cukup meningkat dibandingkan sebelumnya ketika ditangani mantan pemain terkenal, Trevor Francis. Di hari Sabtu, mereka malah menelan Tottenham 4-1.
Manajer Villa, Graham Taylor, cukup puas dengan hasil seri 1-1 itu. Ia malah cukup terkejut kalau yang membuat gol balasan adalah pemain belakangnya, Kent Nielsen, bukan pemain-pemain yang diharapkan seperti Cascarino, Platt, maupun Daley.
"Kami membeli Cascarino untuk mempertajam barisan depan. Sengaja kami beli pada saat akhir kompetisi untuk mempertahankan posisi," tambah Taylor.
Cascarino ketika dicegat BOLA mengungkapkan bahwa ia ingin mencoba mewujudkan harapan manajer Villa itu.
Barnes
Di Manchester, "perang" yang dikabarkan ditunda antara Manchester United melawan Liverpool, ternyata berlangsung Ahad lalu.
Liverpool yang dikenal dengan sebutan The Reds atau Si Merah itu, datang selaku tamu yang diunggulkan. Betapa tidak. Mereka turun dengan pemain-pemain terbaiknya seperti Ian Rush, Peter Beardsley, John Barnes, maupun kiper asal Zimbabwe, Bruce Grobbelar. Sementara tuan rumah yang dikenal dengan sebutan Reds Devil (Setan Merah) itu tanpa dua pemain penghubung, Bryan Robson dan Neil Webb.
Permainan memukau dipertunjukkan oleh bintang-bintang nasional Inggris yang ada di dua klub itu. Juga oleh bintang impor seperti Rush dan Mark Hughes, pemain Liverpool dan Manchester yang asal Wales.
Namun, bintang dari segala bintang dalam pertandingan itu tidak pelak si hitam pemain Liverpool, John Barnes. Dua gol dicetaknya, satu di antaranya lewat titik penalti. Gol kedua ia cetak dengan kemampuan yang tinggi.
Di saat itu Liverpool mendapat serangan dari Manchester, tiba-tiba bola dihalau oleh pemain belakang Liverpool. Di lapangan tengah, bola diterima oleh Beardsley. Barnes yang sempat turun ke belakang berlari menyusur sayap kiri. Ia kemudian menerima umpan manis dari Beardsley tanpa penjagaan. Dari jarak yang cukup jauh, ia berlari kencang sambil membawa bola.
Pemain-pemain belakang Manchester kedodoran mengejarnya. Tiba saatnya ketika ia berhadapan dengan kiper Jim Leighton. Tanpa kegugupan, Barnes menyontek bola di sela-sela ketiak Leighton yang kiper nasional Skotlandia itu. Bola lolos dan masuk ke gawang.
Manchester sendiri tampil tidak buruk. Sebuah tendangan keras dari penyerang Brian McClair yang secara teori melahirkan gol, ternyata bisa diselamatkan Grobbelar. Waktu itu bola agak melambung diterima McClair di kotak penalti. Ia tidak menghentikan, tapi langsung menendang keras ke mulut gawang.
Sasarannya persis di ruang kosong gawang. Tapi, dengan reaksi yang cepat dari kiper veteran itu, bola tidak masuk dan hanya melahirkan tendangan penjuru.
Manajer Villa, Taylor, yang sempat menyaksikan pertandingan itu menyebut kemenangan Liverpool 2-1 atas Manchester itu, semuanya karena Barnes.
"Tanpa Barnes sukar Liverpool memetik kemenangan. Ia sudah sepatutnya untuk dilepas bermain di luar Inggris," ungkap Taylor.
Barnes kini memang menjadi pujaan pencinta sepakbola Inggris. Begitu ke luar stadion, para penggemar menyerbunya. Barnes! Barnes! Braziliant Barnes!
(Penulis: Lilianto Apriadi, Mingguan BOLA Edisi No. 317, Minggu Keempat Maret 1990)