Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
sebut pacarnya itu.
"Sus, apa kemenangan ini untuk Alan?" tanya BOLA.
"Akh nggak. Bukan untuk Alan saja, tapi untuk seluruh bangsa Indonesia," jawab pemain kelahiran Tasikmalaya itu.
Alan yang tampak tegang menyaksikan permainan Susi di lapangan, juga tidak menjawab banyak ketika BOLA menanyakan beberapa hal.
"Lan, apa arti buat kamu kemenangan Susi ini?," BOLA bertanya.
"Akh mas, jangan nyerempet-nyerempet dong pertanyaannya. Buat saya wajar saja, seperti perasaan masyarakat Indonesia lainnya," tambah pemain yang dalam turnamen itu kalah di perempatfinal dari Jianhua.
Juara Dunia
Dua pesta yang sederhana diadakan untuk menyambut kemenangan tim Indonesia. Pesta yang sebelumnya tidak tertuju melulu kepada Susi, jadi lebih meriah karena keberhasilan Susi itu. Dua acara itu berlangsung di Restoran Indonesia, Bengawan Solo, dan di Kedutaan Indonesia di London.
Apa kamu sudah puas dengan prestasi ini?
"Sebagai pemain bulutangkis belum dong. Masih ada prestasi yang belum saya raih dan itu saya rasa yang paling tinggi, yaitu juara dunia. Saya ingin menjadi juara dunia," jawab Susi yang suka makan bakso itu.
Memang, seharusnya demikian. Apalagi usianya masih muda, masih banyak kesempatan untuk berprestasi lebih tinggi lagi dari sekarang. Untung Susi menyadari hal itu.
"Sepulang dari sini, saya terus mempersiapkan diri untuk Piala Uber. Saya pikir Piala Uber itu juga penting."
Ia merasakan selama di London kondisinya sangat bagus. Tidak ada keluhan yang berarti.
"Kepindahan dari hotel ke flat juga tidak mempengaruhi kondisi. Malah tinggal di situ membikin kita lebih mandiri," tambah Susi.
Tidak Dibawa
Jangan heran kalau Susi pulang ke Tanah Air tidak membawa piala kemenangan. Padahal ketika pemberian hadiah, piala itu menyertainya. Ternyata memang piala itu tidak boleh dibawa, kecuali kalau pemain itu sudah menjadi juara empat kali. Dalam sejarah All England, baru tiga pemain yang telah membawa piala tunggal putri ke rumahnya, yaitu Judy Devlin dari Amerika Serikat, juara tahun 1954, 1957, 58, dan 60. Kemudian K. Hashman juga dari AS yang juara empat tahun berturut-turut yaitu tahun 1961, 62, 63, dan 64. Dan yang terakhir pemain Jepang, Hiro Yuki yang juara tahun 1969, 74, 75, dan 77.
"Saya jadi semakin penasaran. Maunya sih bawa pulang piala itu," ungkap Susi.
Walau Susi tidak membawa pulang piala, namanya terukir di piala itu mendampingi nama-nama yang sudah ada seperti Li Lingwei, Han Aiping, Zhang Ailing, Lenne Koppen, dan beberapa lagi.
BOLA yang ingin memotret secara aktual di luar arena, begitu mengetahui pialanya sudah diminta panitia, terpaksa memohon kembali untuk meminjam piala itu. Untung, Tony Winslow, salah seorang anggota panitia berbaik hati, membawakan piala ke luar arena. Jadilah Susi kembali berpotret dengan piala kemenangan itu.
Susi bergaya di depan stadion yang terkenal itu, di tengah orang hilir mudik. Bintang baru itu menjadi tontonan orang banyak.
"Akh jadi malu juga nih," teriak Susi.
Penonton pun akhirnya mengerumuninya meminta tandatangannya. Baru terlihat Susi cerah. Imelda, Indra Gunawan, dan beberapa pemain lagi juga ceria menyaksikan adegan itu. Mereka akhirnya berfoto bersama di depan Wembley. Kenangan manis yang membikin sejarah.
Selamat ya Sus. Tahun depan ukir lagi prestasi itu.
(Penulis: Lilianto Apriadi, Mingguan BOLA Edisi BOLA No. 317, Minggu Keempat Maret 1990)