Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Hari Ibu (Mother's Day) di Inggris yang jatuh pada hari Minggu lalu, tidak menjadi halangan bagi kaum muda maupun tua, wanita maupun lelaki, mendatangi stadion Wembley. Begitu juga dengan turunnya hujan salju, tidak membuat mereka asyik tinggal di rumah.
Justru sebaliknya, mereka berbondong menyaksikan sebuah pertandingan yang sebenarnya masih kalah kelas umpamanya dengan Piala FA yang sudah terkenal, atau Piala Liga.
Namun, walau turnamen ini, yaitu Zenith Data Cup, belum dikenal, pencinta sepakbola di Inggris tetap menantinya. Dua klub yaitu Chelsea dan Middlesbrough, bertanding di final. Ini merupakan pertarungan gengsi karena dua kesebelasan bukan dari satu divisi. Chelsea dari divisi I, sedang Middlesbrough dari divisi II.
Di luar dan di dalam stadion penonton tumpah ruah. Warna merah yang menjadi khas Middlesbrough, dan warna biru yang menjadi ciri khas Chelsea, sesuai dengan julukannya The Blues, menjadi dominan.
Keributan kecil acap kali terjadi, tapi polisi siap mengatasinya. Apalagi polisi beberapa hari sebelum pertandingan sudah mengadakan latihan memberantas keributan itu. Penonton yang memenuhi stadion terbesar Inggris itu memang kebanyakan pendukung kedua kesebelasan.
Ketat
Perang merah-biru pun terjadi di lapangan yang sebenarnya. Serangan dari Middlesbrough pada menit-menit pertama begitu gencar. Pendukung klub yang dikenal dengan sebutan The Boro itu juga cukup memberikan dukungan bila klubnya melakukan serangan. The Boro yang pada kompetisi tahun lalu masuk divisi I itu mendapat angin.
Sayang, serangan mereka sering tanpa penyelesaian matang. Para pemainnya banyak mengutak-atik bola di daerah penalti, sehingga dengan mudah pemain-pemain belakang Chelsea menghalaunya. Penyerang-penyerang Boro, seperti Alan Comfort, Bernie Slaven, maupun Peter Davenport seolah kehabisan akal untuk menembus pertahanan Chelsea.
Sementara itu sedikit demi sedikit Chelsea mulai bangkit. Juara divisi II tahun lalu itu mulai menemukan bentuk permainannya tatkala pertandingan sudah berjalan 15 menit. Motor serangan terletak pada Kerry Dixon yang mulai mendapat nama di persepakbolaan Inggris. Bantuan dari belakang, siapa lagi kalau bukan dari bintangnya, Tony Dorigo, pemain kelahiran Australia yang sudah masuk tim nasional Inggris.
Meski sebagai bek tapi Dorigo selalu rajin ikut menyerang. Umpan-umpannya mengalir mendukung barisan depan Chelsea. Dorigo tidak sendirian, masih ada lagi Peter Nicholas, kapten Chelsea yang beroperasi di tengah. Kemudian stopper asal Belanda kelahiran Suriname, Kenneth Monkou. Sehingga walau Chelsea pendatang baru divisi I tahun ini terlihat kestabilan bermainnya.
Serangan Chelsea lebih teratur, dibangun langsung dari penjaga gawangnya, Dave Beasant, yang pernah memperkuat Wimbledon tatkala merebut Piala FA tahun 1988 dengan mengalahkan Liverpool di final.
Serbuan Chelsea pada menit 25 membuahkan hasil tatkala terjadi pelanggaran di luar kotak penalti. Tendangan bebas dilakukan oleh Dorigo. Dan tidak diduga oleh kiper Boro, Stephen Pears, mantan kiper Manchester United, tendangan Dorigo keras menghujam bagian kiri gawangnya.
Itulah satu-satunya gol yang terjadi dalam pertandingan yang disaksikan 76.369 penonton, atau sekitar 4.000 kurang dari kapasitas penuh stadion Wembley. Gol Dorigo disambut meriah oleh kibaran bendera dan berbagai atribut warna biru.
Kemenangan Chelsea adalah yang kedua kali dalam turnamen serupa. Pertama kali turnamen ini bernama Full Members Cup, dan diadakan tahun 1986. Kemudian pada tahun ini yang mendapat sponsor dari Zenith System Data, sebuah perusahaan komputer Amerika Serikat.
Sebelum ke final, Chelsea berturut-turut mengalahkan Crystal Palace, Ipswich, West Ham United, dan Bournemouth. Sedang Middlesbrough menundukkan Port Vale, Sheffield Wednesday, dan Aston Villa.
Harapan
BOLA yang menyaksikan langsung pertandingan ini dari tribun yang disediakan untuk kuli tinta, mendapat kesan turnamen ini punya harapan untuk menjadi besar.
Ini disebabkan oleh hadirnya sponsor yang mau membuang uang dengan jumlah yang tidak sedikit. Sekitar 2 juta pound dikeluarkan oleh perusahaan komputer itu untuk turnamen ini.
"Semoga tahun-tahun depan klub-klub kuat seperti Liverpool, Manchester United, Arsenal bisa ikut turnamen ini," harap Joe Solari, Direktur Zenith Data System Eropa.
Untuk hadiah pertama Chelsea mengantongi uang sebesar 60.000 pound atau sekitar 180 juta rupiah.
"Ini sukses kedua setelah kami menjadi juara divisi II tahun lalu. Mudah-mudahan tahun depan bisa lebih baik lagi," ujar manajer Chelsea, Bobby Campbell, kepada pers usai pertadingan.
Yang jelas, ini sukses lain setelah dalam divisi I secara mengejutkan Chelsea terus menempel klub-klub kuat seperti Liverpool, Arsenal, Everton, maupun Aston Villa dalam klasemen sementara.
(Penulis: Lilianto Apriadi, Mingguan BOLA Edisi No. 318, Minggu Kelima Maret 1990)