Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Derbi London akan kembali digelar. Akhir pekan ini, Tottenham Hotspur akan menjamu sang juara bertahan Premier League, Chelsea.
Duel antara Tottenham kontra Chelsea mungkin kalah heboh jika dibandingkan dengan derbi London lain, yang menampilkan pertarungan Chelsea-Arsenal atau Arsenal-Tottenham.
Namun, sejarah memperlihatkan sesungguhnya rivalitas antara Tottenham dan Chelsea juga tak kalah sengit. Bahkan dalam sejumlah pertandingan di Stamford Bridge, Anda bisa mendengar suporter Chelsea akan meneriakkan: "Stand up, if you hate Tottenham."
Nyanyian fan itu bukan hanya terdengar dalam laga melawan Spurs, tetapi juga ketika The Blues berhadapan dengan klub seperti Aston Villa atau Southampton.
Berikut adalah sejumlah pertandingan yang memperlihatkan alasan mengapa rivalitas antara Tottenham dan Chelsea berlangsung sengit.
1. Final Piala FA 1967
Salah satu rivalitas terlama antara kedua kubu terjadi pada 1967. Tepatnya pada partai final Piala FA.
Kala itu, Chelsea tercatat baru dua kali mencapai laga pamungkas Piala FA dan berharap bisa meraih gelar juara untuk pertama kali.
Namun, impian tersebut kandas di tangan Tottenham. Diperkuat pesepak bola terbaik pada masa itu, seperti Pat Jennings, Alan Mullery, dan Jimmy Greaves, final Piala FA yang mempertemukan dua klub asal London untuk pertama kalinya tersebut dimenangi oleh Tottenham dengan skor 2-1.
2. Misi Penyelamatan Liga 1974-75
Liga Inggris 1974-75 menyisakan tiga partai lagi. Chelsea berada di peringkat 19 dengan keunggulan satu poin di atas Tottenham.
Kemenangan di White Hart Lane seharusnya bisa otomatis menyelamatkan Chelsea dari degradasi. Namun, di depan publik sendiri, Tottenham sukses mengalahkan Chelsea dengan skor 2-0. Pada akhir kompetisi, Chelsea terdegradasi dari The Football League, yang notabene divisi utama Inggris kala itu.
Mereka finis di peringkat 21 dengan mengumpulkan 33 poin.
Sementara itu, Tottenham aman berada di posisi ke-19 dengan mengumpulkan 34 poin. Ketika itu, Tottenham ditangani Manajer Terry Neill.
3. Penusukan Suporter di Piala FA 2006-07
Salah satu peristiwa yang membuat perseteruan antara Chelsea dan Tottenham kian sengit terjadi pada babak perempat final Piala FA 2006-07.
Usai pertandingan yang digelar di Stamford Bridge, sekelompok pendukung Chelsea diserang suporter Tottenham. Sebanyak 10 orang fan Chelsea harus dirawat di rumah sakit akibat aksi penusukan dalam peristiwa itu.
Pada tahun itu, Chelsea menjuarai Piala FA setelah mengalahkan Manchester United 1-0 di final. Satu-satunya gol Chelsea dibukukan Didier Drogba.
4. Kegagalan Juara pada 2008
Chelsea, yang ditangani Manajer Avram Grant, gagal meraih gelar juara Premier League pada musim 2007-08. Mereka hanya mampu menempati posisi runner-up dengan 85 poin, minus dua angka dari Manchester United, yang berada di puncak klasemen.
Tottenham punya andil dalam kegagalan Chelsea meraih tro juara. Dalam pertemuan kedua pada 18 Maret, Tottenham sukses menahan imbang Chelsea dengan skor 4-4.
Derbi itu sendiri berlangsung seru. Chelsea sudah sempat unggul 1-0 (Drogba 2'). Spurs sempat membalas lewat Jonathan Woodgate (12'). Namun, the Blues kemudian memimpin 3-1 sampai awal babak kedua berkat gol-gol Michael Essien (19') dan Joe Cole (51').
Dimitar Berbatov (60') dan Tom Huddlestone (74') menyamakan skor. Joe Cole seperti akan membawa Chelsea menang (79'). Namun, tiga menit sebelum waktu normal selesai, Robbie Keane membuat skor menjadi 4-4.
5. Mimpi Buruk pada 2011-12
Pada musim 2011-12, Chelsea dua kali mengandaskan impian Tottenham. Chelsea menghentikan langkah Tottenham di semi nal Piala FA dengan kemenangan besar 5-1.
Di liga domestik, Tottenham berhasil finis di peringkat empat dan seharusnya mendapatkan satu tiket ke Liga Champion 2012-13.
Namun, impian Spurs untuk tampil di turnamen paling bergengsi di Eropa itu kandas karena sebagai juara Liga Champion 2011-12, Chelsea otomatis melangkah ke fase grup pada musim berikutnya.
Alhasil, Tottenham hanya bisa tampil di Liga Europa karena jatah Liga Champion mereka menjadi milik Chelsea, yang hanya finis di peringkat enam klasemen Premier League.
Penulis: Wieta Rachmatia