Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Fiorentina pernah sangat dekat dengan aroma scudetto pada era kepelatihan Giovanni Trapattoni pada 1998-99.
Ketika itu, Fiorentina beberapa kali menjadi pemuncak klasemen tunggal selama liga berjalan. La Viola bahkan memegang predikat juara paruh musim. Namun, penurunan hasil pada ronde kedua kompetisi menyebabkan mereka finis di peringkat ketiga.
Sekitar 17 musim berselang, publik Fiorentina dihadapkan pada mimpi serupa. Sampai pekan ke-12, klub asal Wilayah Toscana itu menjadi tim paling sering menduduki singgasana. Mereka menempatinya antara giornata 6-8 dan 11-12.
Tim racikan Paulo Sousa bahkan punya kans besar buat melebihi pencapaian era Trapattoni karena sudah unggul dalam banyak hal. Fiorentina musim ini punya 27 poin, lebih banyak dua keping dibandingkan catatan Viola 1998-99 dalam periode start yang sama (12 pekan).
Nikola Kalinic cs juga memiliki rapor selisih gol keren dengan 24 kali memasukkan dan baru 9 kali menderita gol. Bandingkan dengan era Trapattoni dulu yang mencetak 23 gol dan kemasukan 12 kali.
"Kami ingin bersenang-senang dan memainkan sepak bola positif dalam setiap pertandingan," kata Paulo Sousa membeberkan kunci kesuksesan timnya sejauh ini.
“Malam kemarin, saya melihat tim hebat. Saya hadir di Marassi dan kekuatan impresif Fiorentina membius saya,” ujar pelatih senior asal Italia, Marcello Lippi, pada Radio 2, usai menyaksikan La Viola menang 2-0 di kandang Sampdoria, Minggu (8/11/2015).
Sousa dipuji karena membangun Fiorentina menjadi mesin perang yang tangguh, tetapi anggun. Permainan Si Ungu digambarkan media Italia sebagai sebuah orkestra yang enak dinikmati.
"Tim ini memainkan total football. Selama bertahun-tahun bekerja di bidang olahraga, saya belum pernah melihat gaya seperti ini," ucap Direktur Olahraga Daniele Prade.
Reaksi Prade mungkin boleh dibilang berlebihan, tetapi punya dasar kuat. Kunci permainan cantik Viola ialah penguasaan bola maksimal dan memastikan alur distribusi konstan dari lini ke lini.