Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Tim Transisi Gelar KLB Jadi Bahan Tertawaan

By Ary Julianto - Rabu, 28 Oktober 2015 | 20:50 WIB
Agus Santoso, tertawakan rencana Tim Transisi buat KLB.

Rencana Tim Transisi bentukan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pada akhir tahun 2015 atau awal tahun 2016, dianggap sebagai pepesan kosong. Apalagi salah satu tujuannya adalah merevisi statuta PSSI yang akan menjadi solusi sepak bola Indonesia. Bahkan mereka ingin membuat federasi baru.

Rencana tersebut ditanggapi dingin oleh sejumlah pemilik suara dan anggota PSSI. Menurut Agus Santoso, manajer Persiwa Wamena yang merupakan klub anggota PSSI dan salah satu voter di kongres, wacana Tim Transisi itu ibarat menggantang asap. Pekerjaan itu akan sia-sia karena sejumlah syarat yang tidak akan bisa mereka penuhi dalam menggelar KLB. Terlebih jika mereka ingin membuat atau merevisi Statuta PSSI
“Saya selaku pengurus dari klub anggota PSSI dan Voter mengecam keras inisiatif pemerintah untuk mengadakan KLB. Kenapa harus ada KLB sedang PSSI baru melaksanakan KLB pada tanggal 18 April 2015 lalu dan akhirnya terpilih La Nyala Mataliliti sebagai Presiden PSSI periode 2015 – 2019. Pelaksanaan KLB selanjutnya adalah di tahun 2019,” kata Agus, Rabu (28/10).
Sementara untuk kongres biasa, memang bisa dilakukan oleh PSSI setiap tahun, yang berisi tentang pembahasan program kerja tahunan. Agus menjelaskan bahwa pelaksanaan KLB bisa dilakukan sebelum waktunya jika pengurus atau Presiden PSSI melanggar statuta. KLB itu sendiri diusulkan oleh 2/3 anggota resmi PSSI. Diusulkan melalui Exco dan melalui tahapan2 yg sudah ditentukan oleh statuta.
"Penyelenggaraan KLB PSSI yang diakui FIFA harus memenuhi persyaratan yakni diminta dan disetujui 2/3 dari 782 anggota PSSI. Lalu, PSSI mengirimkan surat permohonan kepada FIFA. Serta harus ada surat permintaan resmi dari PSSI dan diajukan enam bulan sebelum pelaksanaan ke FIFA,” ujarnya. 
Ketua Asprov Jateng Johar Lin Eng juga menjelaskan jika KLB yang dirancang oleh pemerintah bukan solusi. “Sebaiknya pemerintah memberikan kewenangan kepada PSSI yang saat ini dibawah kepemimpinan La Nyala Mataliti untuk bekerja, menjadikan sepak bola Indonesia lebih baik lagi. Memperbaiki kekurangan yang ada. Semua stockholder sepak bola telah sepakat itu dan mempercayakan Ketua Umum PSSI La Nyala Mataliti utk bekerja dan menuju prestasi sepakbola negeri ini,” kata Johar. 
Sekretaris Umum (Sekum) Asprov Kalimantan Utara, Hendra Radiyanto juga menyebut KLB bentukan tim Transisi bukanlah jalan keluar penyelesaian permasalahan sepak bola di tanah air. “Seandainya ada KLB, pasti hasil KLB sudah tidak diakui FIFA, yang kedua belum tentu kepengurusan hasil KLB lebih baik dari yang ada, lalu KLB itu nanti hanya kegiatan pemborosan anggaran,” kata Hendra.
Lebih konyol lagi jika ingin mengubah Statuta PSSI yang memang sudah sejalan dengan standard Statuta yang digariskan oleh FIFA. Setiap perubahan pasal di Statuta PSSI, harus mendapatkan persetujuan dari FIFA. "Sangat mustahil mengubah statua jika tidak mendapatkan persetujuan dari FIFA," ungkap Dali Taher, mantan Kabid Luar Negeri PSSI.

Rencana tersebut ditanggapi dingin oleh sejumlah pemilik suara dan anggota PSSI. Menurut Agus Santoso, manajer Persiwa Wamena yang merupakan klub anggota PSSI dan salah satu voter di kongres, wacana Tim Transisi itu ibarat menggantang asap. Pekerjaan itu akan sia-sia karena sejumlah syarat yang tidak akan bisa mereka penuhi dalam menggelar KLB. Terlebih jika mereka ingin membuat atau merevisi Statuta PSSI

“Saya selaku pengurus dari klub anggota PSSI dan Voter mengecam keras inisiatif pemerintah untuk mengadakan KLB. Kenapa harus ada KLB sedang PSSI baru melaksanakan KLB pada tanggal 18 April 2015 lalu dan akhirnya terpilih La Nyala Mataliliti sebagai Presiden PSSI periode 2015 – 2019. Pelaksanaan KLB selanjutnya adalah di tahun 2019,” kata Agus, sambil terkekeh mendengar rencana Tim Transisi yang dianggap sebagai lelucon baru. 

Sementara untuk kongres biasa, memang bisa dilakukan oleh PSSI setiap tahun, yang berisi tentang pembahasan program kerja tahunan. Agus menjelaskan bahwa pelaksanaan KLB bisa dilakukan sebelum waktunya jika pengurus atau Presiden PSSI melanggar statuta. KLB itu sendiri diusulkan oleh 2/3 anggota resmi PSSI. Diusulkan melalui Exco dan melalui tahapan2 yg sudah ditentukan oleh statuta.

"Penyelenggaraan KLB PSSI yang diakui FIFA harus memenuhi persyaratan yakni diminta dan disetujui 2/3 dari 782 anggota PSSI. Lalu, PSSI mengirimkan surat permohonan kepada FIFA. Serta harus ada surat permintaan resmi dari PSSI dan diajukan enam bulan sebelum pelaksanaan ke FIFA,” ujarnya. 

Ketua Asprov Jateng Johar Lin Eng juga menjelaskan jika KLB yang dirancang oleh pemerintah bukan solusi. “Sebaiknya pemerintah memberikan kewenangan kepada PSSI yang saat ini dibawah kepemimpinan La Nyala Mataliti untuk bekerja, menjadikan sepak bola Indonesia lebih baik lagi. Memperbaiki kekurangan yang ada. Semua stockholder sepak bola telah sepakat itu dan mempercayakan Ketua Umum PSSI La Nyala Mataliti utk bekerja dan menuju prestasi sepakbola negeri ini,” kata Johar. 

Sekretaris Umum (Sekum) Asprov Kalimantan Utara, Hendra Radiyanto juga menyebut KLB bentukan tim Transisi bukanlah jalan keluar penyelesaian permasalahan sepak bola di tanah air. “Seandainya ada KLB, pasti hasil KLB sudah tidak diakui FIFA, yang kedua belum tentu kepengurusan hasil KLB lebih baik dari yang ada, lalu KLB itu nanti hanya kegiatan pemborosan anggaran,” kata Hendra.

Lebih konyol lagi jika ingin mengubah Statuta PSSI yang memang sudah sejalan dengan standard Statuta yang digariskan oleh FIFA. Setiap perubahan pasal di Statuta PSSI, harus mendapatkan persetujuan dari FIFA. "Sangat mustahil mengubah statua jika tidak mendapatkan persetujuan dari FIFA," ungkap Dali Taher, mantan Kabid Luar Negeri PSSI.