Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Mengembalikan Gairah Sepak Bola di Masyarakat

By Weshley Hutagalung - Kamis, 22 Oktober 2015 | 12:16 WIB
Hasani Abdulgani, CEO Mahaka Sports.

Kesuksesan Piala Presiden 2015 tak terlepas dari peran Hasani Abdulgani. CEO Mahaka Sports ini disebut melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan gairah sepak bola Indonesia yang tenggelam setelah pembekuan PSSI

Usaha itu diawali dengan melakukan berbagai pendekatan ke PSSI, BOPI, Menpora Imam Nahrowi hingga melobi pihak istana. Kerja keras itu membuahkan hasil. Dari semula turnamen yang hanya mengisi kekosongan kompetisi, menjadi pemanasan pra musim hingga akhirnya menjelma menjadi turnamen sepak bopla terbesar yang bisa digelar tahun 2015 di Indonesia. 
Sambutan masyarakat pada pertandingan sepak bola papan atas pun muncul lagi. Apalagi setelah turnamen Piala Kemerdekaan yang digagas menpora dan Tim Transisi tak memuaskan dahaga masyarakat sepak bola nasional. 
“Sebenarnya sambutan mereka pada turnamen ini, di luar bukan ekspektasi kami. Awalnya turnamen ini hanya mengisi kekosongan kompetisi sepak bola di Indonesia saja. Ada anggapan awal jika sepak bola itu sulit dijual, karena banyak kekhawatiran ada keributan dan macam-macam. Namun setelah dipelajari akhirnya kami yakin bisa mengerjakannya dan sekalian saja kami membuat turnamen ini memiliki prospek bisnis,” kata Hasani.
Hasani juga mengaku kunci keberhasilan mereka karena ketulusan mereka untuk meramaikan sepak bola nasional, yang tengah mati suri.  “Kuncinya, kami Tulus dan jujur, sehingga banyak orang yang mau membantu kami,” ungkap Hasani. Lewat turnamen seperti ini, gairah sepak bola yang redup itu bisa bangkit lagi. 

Usaha itu diawali dengan melakukan berbagai pendekatan ke PSSI, BOPI, Menpora Imam Nahrowi, hingga melobi pihak istana. Kerja keras itu membuahkan hasil.

Dari semula turnamen yang hanya mengisi kekosongan kompetisi, menjadi pemanasan pramusim, hingga akhirnya menjelma menjadi turnamen sepak bola terbesar yang bisa digelar di Indonesia pada 2015.

Sambutan masyarakat pada pertandingan sepak bola papan atas muncul lagi. Apalagi, setelah turnamen Piala Kemerdekaan yang digagas Menpora dan Tim Transisi dianggap tak memuaskan dahaga masyarakat sepak bola nasional. 

“Sebenarnya, sambutan masyarakat pada turnamen ini di luar bukan ekspektasi kami. Awalnya, turnamen ini hanya mengisi kekosongan kompetisi sepak bola di Indonesia. Ada anggapan awal jika sepak bola itu sulit dijual karena kekhawatiran terhadap keributan dan macam-macam. Namun, setelah dipelajari akhirnya kami yakin bisa mengerjakannya. Kami membuat turnamen ini memiliki prospek bisnis,” kata Hasani.

Hasani juga mengaku kunci keberhasilan mereka adalah karena ketulusan untuk meramaikan sepak bola nasional yang tengah mati suri.  

“Kuncinya, kami tulus dan jujur  sehingga banyak orang yang mau membantu kami,” ucap Hasani.

Lewat turnamen seperti Piala Presiden, gairah sepak bola yang redup diyakini bisa bangkit lagi.