Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kunjungan enam pejabat FIFA dan AFC ke Jakarta selama dua hari, Senin-Selasa (2-3 November 2015), dan bertemu Presiden Jokowi, serta stake holder sepak bola nasional, termasuk media, menandakan keseriusan FIFA untuk membantu penyelesaian sanksi yang diberikan kepada Indonesia.
Perwakilan FIFA dan AFC terdiri dari Head of delegation: Kohzo Tashima, FIFA Exco Member (jepang); Tengku Abdullah bin Sultan Ahmad Shah, FIFA Exco Member (Malaysia); Mariano Araneta, AFC Exco Members (Filipina); James Johnson, FIFA Members Association Director. Juga hadir Dato' Windsor John, AFC Acting General Secretary dan Sanjeevan Balasingam, AFC Members Association Director.
Selain tanggung jawab organisasi ini terhadap perkembangan sepak bola dunia kehadiran FIFA yang datang karena diundang PSSI itu juga untuk menuntaskan problem sepak bola nasional, yang dalam terminologi FIFA merupakan, "Big Case and long Standing issue/kasus besar dan yang lama tak terselesaikan".
Apa saja penilaian FIFA atas problem sepak bola nasional, setelah bertemu dengan pemerintah, asosiasi pemain, dan media itu. Berikut penuturan Kohzo Tashima dan koleganya saat bertemu perwakilan media yang diwakili SIWO Pusat.
JUARA.net: Pertama, untuk menklarifikasi, siapa yang undang FIFA ke Indonesia? Lalu apa concern FIFA atas problem sepak bola Indonesia setelah bertemu presiden dan asosiasi pemain?
Kohzo: Kami datang atas undangan dan permintaan PSSI. Kami bisa berikan bukti lewat korespondensi yang kami lakukan, dan kami menyambut baik undangan itu karena pada prinsipnya, terlepas dari sanksi yang sudah kami berikan, kami ingin sepak bola Indonesia yang punya nilai potensi tinggi dan popular bisa aktif serta bangkit lagi di level internasional.
Tidak ada yang bisa memajukan sepak bola di level manapun, baik regional, kontinental, ataupun dunia, selain negara itu sendiri. Bukan kami. Kami di FIFA hanya ingin membantu, sesuai dengan aturan/statuta yang menjadi pegangan kami.
JUARA.net: Lalu apa yang FIFA dapatkan setelah bertemu Jokowi, lalu asosiai pemain, dan media?
Kohzo: Setelah bertemu presiden, kami menangkap keinginan pemerintah untuk melakukan reformasi sepak bola. Kami mendukung itu. Bahkan, keinginan untuk membentuk tim demi mereformasi juga kami sambut baik. Kami menginginkan tim tersebut terdiri dari pemerintah, stake holder yakni pemain, dan juga PSSI.
Kami juga sudah menyarankan PSSI untuk membentuk PSSI Adhoc demi membantu tim yang diinginkan pemerintah melakukan reformasi sepak bola. Aspirasi dari pemain Indonesia yang disampaikan ke kami juga mendukung langkah yang akan diambil, bahkan mereka ingin berperan lebih demi reformasi tersebut.
JUARA.net: Apa langkah kongkrit FIFA atas kerja tim reformasi tersebut?
Tengku Abdullah: Kami dan juga AFC akan memberikan asistensi, dan juga masukan. Kami memberikan waktu hingga Februari, atau paling lambat Mei, untuk menyusun bentuk reformasi yang diinginkan. Kami tidak akan bernegosiasi soal bentuk reformasi, yang penting apapun usulan reformasi sepak bola Indonesia, harus sesuai statuta FIFA.
JUARA.net: Apakah itu artinya FIFA menekankan bahwa reformasi yang diharapkan tidak berkaitan dengan organisasi PSSI, karena sejak awal Anda mengakui keberadaan PSSI saat ini yang sudah sesuai statuta FIFA?
Kohzo: Intinya, kami mengakui keberadaan PSSI dibawah kepemimpinan saat ini dan baru berakhir hingga 2019. Reformasi yang kami harapkan dan kami tangkap dari keinginan pemerintah Anda adalah reformasi sepak bola Indonesia, bukan organisasi sepak bola.
JUARA.net; Anda yakin, pertemuan ini bisa menjadi titik awal penyelesaian sanksi terhadap sepak bola Indonesia?
Tengku Abdullah: Sudah pasti. Kami sangat mengharapkan hal itu. Siapa lagi yang bisa menyelesaikan dan memajukan sepak bola jika bukan negara itu sendiri. Hanya saja, soal sanksi FIFA memang sering diberikan kepada banyak negara, namun khusus untuk Indonesia kasus sanksi merupakan "big case and long standing issue".