Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Masih buramnya kompetisi regular di Indonesia akibat konflik Menpora dan PSSI menyebabkan banyak pemain melirik turnamen antarkampung atau yang lebih dikenal dengan tarkam. Regulasi dan keselamatan yang masih minim membuat tarkam banyak menuai pandangan negatif.
Namun, bagi sebagian pemain tarkam menjadi ‘ladang lain’ yang terpaksa harus digarap disaat kompetisi belum jelas hingga saat ini. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pemain Arema Cronus, Johan Ahmad Alfarizie.
“Niat saya ikut tarkam adalah mencari uang untuk anak dan istri. Istilahnya, jihad sekaligus menghibur orang,” ucap pemain jebolan Akademi Arema ini.
Kendati demikian, Alfarizie tidak memandang sebelah mata perihal keselamatan dalam bermain tarkam, terutama ancaman dan penanganan cedera.
Namun, ia mengaku sudah mempertimbangkan hal tersebut dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi di lapangan.
“Risikonya sudah dipertimbangkan matang-matang, pokoknya saya berhati-hati,” ujar pemain yang pernah membela Persija Jakarta ini.
Tidak adanya kompetisi jelas berpengaruh terhadap pemasukan pemain. Jika pemain memiliki usaha lain di luar sepak bola yang berpotensi, mungkin tidak menjadi masalah jika harus menahan diri tidak ikut tarkam. Namun, hal berbeda jika pemain tersebut menjadikan sepak bola sebagai satu-satunya harapan.
"Jarang sih ada tawaran tarkam, tapi kalau ada dan waktunya cocok kenapa tidak," ujarnya.