Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Gelandang Manchester City, Yaya Toure, merasa diperlakukan tak adil selama lima tahun tinggal di Inggris. Dinilai Toure, media selalu mengungkit sisi negatif dari dirinya.
Toure mulai menangkap kesan tersebut saat baru pindah ke Manchester City pada Juli 2010. Ketika itu, manajemen harus menggelontorkan mahar 24 juta poundsterling.
"Saya datang sebagai pemain yang tak masuk tim inti Barcelona dalam beberapa bulan terakhir. Para jurnalis terus membahas besaran gaji saya dan mengatakan hal itu sebagai aib. Saya juga dianggap akan membunuh sepak bola," kata Toure.
Toure mampu membungkam kritik melalui penampilan di lapangan. Dia mengantarkan The Citizens menjuarai Piala FA pada 2011 dan Premier League 2011-12.
Peran Toure makin vital ketika City kembali menjuarai liga pada 2013-14. Pemain berkebangsaan Pantai Gading tersebut mencetak 24 gol pada berbagai ajang, 20 di antaranya di Premier League.
"Akan tetapi, tak seorang pun membahas catatan tersebut saat kami gagal menjadi juara pada 2014-15. Kami tanpa pengakuan karena gagal meraih trofi. Di sini, saat ada sesuatu yang negatif, mereka akan menonjolkannya. Mereka menggunakan cara itu untuk mengasingkan saya," tutur Toure.
"Kami, para pemain Afrika, ingin diberi penghargaan saat menunjukkan kinerja baik. Jika mendapatkan pengakuan, kami bisa berkembang lebih cepat. Itulah yang saya yakini," ucapnya.
Pada musim lalu, Toure memang menjadi sasaran kritik seiring penurunan produktivitasnya. Dia dianggap sebagai faktor kegagalan City menjadi juara.
Rentetan kekecewaan tersebut mendorong Toure untuk melarang anaknya berkarier sebagai pemain sepak bola. "Saya tak mau mereka justru melalui pengalaman yang pernah saya alami. Hal itu akan menyakiti saya," kata Toure.