Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dasar memiliki kemampuan hebat dan chemistry oke, ketika diduetkan dengan siapa saja, Verawaty Fajrin selalu bisa mengukir prestasi besar.
Ketika Indonesia terjun di putaran final Piala Uber 1986 di Jakarta, pelatih Alex Taufik membuat racikan baru.
Verawaty yang selama ini berduet dengan Ruth Damayanti atau Ivana Lie dipecah. Verawaty dipasangkan dengan Yanti Kusmiyati.
Ketika pertama kali tampil melawan Kanada, penonton di Istora dibuat tertawa dan kaget dengan penampilan Verawaty yang tinggi 179 cm berduet dengan Yanti yang mungil dengan tinggi 155 cm.
Ternyata, pasangan maxi-mini ini membuat kejutan demi kejutan.
Pada penampilan perdana, sabetan-sabetan raket Yanti yang tak terduga cukup membingungkan lawan. Yanti juga lincah dan cepat menyesuaikan diri. Sementara Verawaty menghajar dengan smes mematikan dari garis belakang.
Duet Maxi-Mini pun mengawali debut melawan Kanada dengan prima. Mereka ikut menyumbangkan poin kemenangan setelah unggul 15-4, 15-9 atas Claire Backhouse/Sandra Skillings.
“Dulu, saya dipasangkan dengan Yanti untuk membuat kejutan dan memecah konsentrasi lawan. Ternyata kami tidak terkalahkan. Maklum, selama latihan, kami sebenarnya juga sering main sama Yanti,” kenang Verawaty.
Pasangan Maxi-Mini ini tak hanya menarik animo penonton, duet anyar ini ternyata juga berprestasi.
Mereka menyumbangkan poin sejak melawan Kanada, Inggris, Denmark di penyisihan grup dan Jepang di semifinal.
Bahkan ketika Indonesia dikalahkan Tiongkok 2-3 di final Piala Uber 1986, Verawaty/Yanti juga tidak terkalahkan.
Mereka menggasak Lin Ying/Wu Dixi, 15-10, 15-12. Padahal, pasangan Tiongkok itu adalah juara All England 1982 dan 1984.
Penulis: Broto Happy W.