Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sampai di mana kisah sepak bola Indonesia? Yang pasti, status PSSI di mata FIFA masih sama: keanggotaannya dibekukan.
Tidak mau hanyut dalam derita, Kementerian Pemuda dan Olah Raga punya inisiatif mendorong pihak swasta melakukan turnamen sepak bola.
Adalah Tim Transisi bentukan Menpora menjadi pengawas pelaksanaan Turnamen Piala Kemer dekaan. Peserta yang diikutkan adalah klub anggota divisi satu dan utama.
Turnamen yang diikuti 24 klub ini dilaksanakan di enam kota. Presiden Joko Widodo, yang antusias segera memajukan sepak bola nasional, secara khusus hadir membuka turnamen.
Pembukaan diadakan di Stadion Maulana Yusuf, Serang, pada 15 Agustus.
Tujuan turnamen ini adalah sebagai proyek percontohan. Sebuah kegiatan yang bersih, taat aturan, menjunjung fair play, dan jauh dari permainan kongkalikong.
Langkah ini sekaligus diharapkan mengubur citra PSSI yang sarat dengan tudingan suap dan pertandingan seolah-olah sebuah sandiwara.
Turnamen Piala Kemerdekaan berakhir dengan menampilkan PSMS Medan sebagai kampiun. Pada laga final di Gelora Bung Tomo, Surabaya, 15 September, PSMS mengalahkan Persinga (Ngawi) 2-1.
Namanya juga usaha. Ternyata, realisasi turnamen ini tidak seindah harapan. Setelah usai, banyak klub mengeluh, termasuk PSMS yang mendapat hadiah 1,5 miliar rupiah dan runner-up 1 miliar tidak menerima hadiah tepat waktu.
Piala Presiden
Geliat sepak bola memang sangat terasa di Agustus saat kita merayakan HUT ke-70 Kemerdekaan Indonesia. Di sela Turnamen Piala Kemerdekaan, hadir juga turnamen degan kelas yang lebih tinggi.
Turnamen tersebut dinamai Piala Presiden yang murni dikelola swasta, yaitu Mahaka Sports. Lagi-lagi kegiatan ini diproyeksikan sebagai kejuaraan per contohan bagi PSSI.
Kembali kepedulian Presiden Jokowi ditunjukkan atas gagasan turnamen sebagai pengisi kekosongan. Jokowi membuka turnamen ini di Stadion Dipta, Gianyar, Bali, pada 30 Agustus.
Peserta diambil dari anggota Liga Super Indonesia sebanyak 13 klub, ditambah tiga klub dari Divisi Utama.
Pertandingan penyisihan dilakukan di empat kota: Bali, Makassar, Malang, dan Bandung.
Klub elite ini nantinya akan menyelesaikan turnamen pada fi nal 18 Oktober di Stadion Gelora Bung Karno.
Pimpinan Mahaka Sports, Hasani Abdulgani, mengaku bahwa sejauh ini pelaksanaan turnamen berjalan baik, begitu juga antusiasme klub dan kepatuh an aturan main.
Menurut Hasani, turnamen ini terlepas dari pengaruh PSSI dan Kemenpora. Tujuannya murni menampung aspirasi publik sepak bola.
Pembaca, menurut saya, turnamen ini mengesankan waktu pelaksanaan yang terlalu dipaksakan. Kenapa Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden diadakan pada waktu hampir sama?
Simpang Siur
Di Bali, ada jalan perem patan atau mungkin per delapanan yang oleh penduduk disebut Simpang Siur. Lewat di daerah itu dijamin mengalami kemacetan.
Sekarang, Simpang Siur sudah lancar. Ada solusi dengan membuat jalan fly over atau under pass. Kemacetan pun terurai, semua menjadi senang.
Kondisi simpang siur itu dialami persepakbolaan Indonesia. Kemenpora men jatuhkan sanksi pembekuan kepada PSSI. FIFA menghukum PSSI (Indonesia) dari keanggotaan.
Apakah dua turnamen, Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden, sebagai sarana meng urai persoalan? Rasanya sih, enggaklah.
Jika cinta sepak bola Indonesia, harus segera ada rembuk nasional.
Kata orang bijak, mengalah untuk menang. Mungkinkah itu? Misalnya Menpora dengan jiwa besar mencabut Surat Pembekuan. Pengurus PSSI dengan hati bersih melaksanakan ulang Kongres Luar Biasa.
Adakah tokoh sepak bola Indonesia yang sudi menjadi pemersatu? Atau, Presiden Joko Widodo sendiri punya inisiatif. Indonesia menunggu!
Penulis: Ian Situmorang