Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sejak ditukangi Diego Simeone pada medio 2011-12, perubahan paling signifikan yang terlihat di kubu Atletico Madrid adalah sektor pertahanan.
Sebelum pelatih asal Argentina itu datang, Atleti adalah tim yang terbiasa menderita di atas 50 gol setiap musim.
Sentuhan El Cholo, begitu Simeone dijuluki, kemudian menekan angkanya pada kisaran 28-an gol saja. Di musim 2013/14, saat menjuarai La Liga, Atleti bahkan hanya kemasukan 25 gol.
Tak cuma minim bobol, Atleti di bawah Simeone juga lekat dengan predikat jagoan clean sheet.
Tabiat apik ini masih berlanjut hingga musim 2015/16, di mana Atletico sudah lima kali mencatatkan clean sheet. Empat di kancah Primera Division dan satu di panggung Liga Champion.
Di satu sisi, kondisi ini mengartikan bahwa barisan pertahanan Atleti tetap mampu solid terjaga, meski selalu ditinggal personel inti. Dimulai dari Felipe Luis yang hijrah ke Chelsea musim lalu, dan Joao Miranda, yang memilih berbaju Internazionale di awal kompetisi ini.
Di musim ini, ketika mencatat lima clean sheet, rekor Atleti selalu sempurna. Ya, 100 persen, alias selalu menang.
Hasil-hasil sempurna itu diperoleh tatkala berjumpa La Palmas (1-0), Sevilla (3-0), Eibar (2-0), dan Getafe (2-0), di La Liga, serta Galatasaray (2-0) di matchday 1 LC.
Nah, yang menjadi permasalahan adalah ukiran rekor buruk pada saat Atleti gagal menciptakan clean sheet. Setiap kebobolan gol, kecenderungannya adalah laga mereka berujung dengan kekalahan. Ketiga nirpoin Atletico muncul saat lawan bisa mengoyak jala Jan Oblak.
Tren ini tak melihat apakah Atleti kebobolan duluan, atau mencetak gol lebih dulu. Kekalahan 1-2 dari Barcelona diawali oleh gol Fernando Torres. Begitu pula skor serupa saat takluk dari Benfica, yang dibuka gol Angel Correa.