Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Std. Pertamina Simprug, dengan rumput sintetis mencapai 3,5 jutaan rupiah (dok pribadi)
Lapangan ABC Senayan (A), harga sewanya sekitar 550ribuan (courtesy of Kompasiana/Choirul Huda)
Biaya ini pun belum termasuk perlangkapan lain seperti bola, sepatu, kaos kaki, sarung tangan, air minum, dll. Meskipun pemakainya berpatungan untuk membayar lapangan, jumlah uang yang dikeluarkan perorangannya pun cukup besar dibandingkan olahraga lainnya seperti badminton, basket, dan tenis. Kualitas lapangannya pun terkadang tidak sesuai dengan tarif.
Agar bisa bermain futsal di sebuah GOR futsal, harga sewa yang cenderung naik setiap tahunnya juga tidak disadari para peminatnya. Dari awal munculnya GOR futsal di sekitaran Jakarta, mulai dari Rp100.000 hingga saat ini mencapai Rp250.000, bahkan ada yang mencapai Rp500.000 untuk biaya sewa per-jamnya.
Jika dibandingkan dengan Jakarta, di Depok masih banyak lapangan-lapangan sepakbola yang bisa digunakan untuk umum/milik warga tanpa biaya sewa alias gratis, dengan kualitas cukup baik. Namun, di samping banyaknya lahan, lapangan hijau yang sejatinya diperuntukkan untuk olahraga terutama sepakbola, cenderung disalah gunakan dan tidak dirawat.
Pasar malam dan konser-konser musik sering diselenggarakan di lapangan sepakbola Depok mengingat harga sewanya yang relatif murah. Hal ini tidak sebanding dengan dampak yang ditinggalkannya seperti sampah yang berserakan serta rumput yang rusak sehingga tidak layak untuk digunakan sebagai sarana bermain sepakbola.
Bagaimana dengan di daerah lain ya? Wah, kalau sewa lapangan sepakbola dan futsal terus naik harganya, apakah masih banyak peminatnya? Atau jangan-jangan mereka semua akan beralih ke olahraga “virtual” alias main video game saja di sebuah rental permainan video game yang jauh lebih murah tarifnya.
Baca kisah selengkapnya di Kompasiana: Mahalnya Main Sepakbola di Jakarta