Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Rodgers Tak Punya Pola Ideal

By Sabtu, 26 September 2015 | 08:40 WIB
Roberto Firmino, kurang optimal saat bermain di luar posisi aslinya. (Clive Mason/Getty Images)

Tak keliru menyebut Brendan Rodgers sebagai pelatih yang telah mengembalikan Liverpool ke jalur juara. Setelah menaikkan performa tim di paruh kedua pada musim perdananya, 2012/13, pada musim berikutnya Rodgers membawa The Reds naik ke tangga runner-up klasemen dan hanya kalah bersaing dari Manchester City pada hari terakhir Premier League.

Dalam dua musim itu saja, Rodgers bertanggung jawab atas sejumlah perubahan strategi fundamental. Jika musim perdana ditandai dengan permainan tiki taka menyerupai Barcelona yang dibawanya dari Swansea City, musim kedua Liverpool terlihat luar biasa ofensif.

Musim kemarin, tahun ketiga Rodgers, seharusnya menjadi momen di mana Liverpool tinggal meneruskan pola yang sudah terbukti apik pada 2013/14. Namun, hilangnya Luis Suarez dan cederanya Daniel Sturridge mengubah total gaya bermain Si Merah. Rodgers dipaksa untuk mengakali hilangnya Suarez dengan melakoni kombinasi berbeda, hampir di sepanjang musim. Hasilnya terbukti berantakan.

Deretan pengganti yang didatangkan guna menambal kepergian Suarez semuanya gagal memberikan dampak signifi kan. Berkaca dari kegagalan total pada musim 2014/15, seharusnya Rodgers bisa menarik garis merah dan mencari solusi guna diimplementasikan pada musim 2015/16.

Bukan menyusun skema paten, Rodgers justru kembali mengutakatik formasi maupun komposisi personel. Dejan Lovren yang menjadi salah satu titik lemah di belakang malah dijadikan starter pada empat pekan awal. Roberto Firmino, gelandang serang yang fasih mempraktikkan pos false nine, justru dipasang sebagai winger.

Alhasil, Firmino tampak kerap kehilangan arah saat dipaksa bermain melebar ke sisi kiri atau kanan. Kemunculannya dari lini kedua, saat bomber utama membuka ruang dan menarik bekbek lawan, nyaris tak terlihat. Kerja sama bareng Philippe Coutinho, Adam Lallana, dan Jordon Ibe, pun menjadi kurang efektif.

Dalam enam partai pada awal musim ini, Rodgers telah menerapkan tiga skema berbeda: 4-3-3 sebanyak dua kali, 4-2-3-1 sebanyak dua kali, dan sekali menerjunkan formasi 3-4-1-2. Dua kemenangan diraih pada saat memainkan skema 4-2-3-1, sedangkan 3-4-1-2 menghasilkan satu seri. Sementara itu, 4-3-3 mencatatkan satu imbang dan dua kali kalah.

Dari data itu saja bisa diambil kesimpulan agar Rodgers menerapkan patron 4-2-3-1, yang menunjukkan kemenangan identik 1-0 atas Stoke City dan Bournemouth. Namun, pantas dicatat bahwa di kedua laga itu Liverpool masih bisa memainkan Jordan Henderson sebagai satu dari dua gelandang bertahan kembar.

Sejak Hendo absen, Rodgers dipaksa mengubah skema demi melapis posisi sang kapten. Meski tanpa Hendo yang cedera metatarsal untuk dua bulan ke depan, Rodgers tak bisa melakoni rotasi kencang. Pemilihan pemain di pos andalan masing-masing harus menjadi prioritas. Termasuk mengembalikan Firmino di belakang striker.

Penulis: Sapto Haryo Rajasa