Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Usulan kompetisi sepakbola nasional distop setahun menyusul sejumlah tragedi kekerasan pada gelaran musim 2007 plus persoalan organisasi PSSI yang tak kunjung selesai, mencuat ke permukaan.
Ide untuk menghentikan gelaran sepakbola Tanah Air selama setahun juga dilontarkan Menegpora, Adhyaksa Dault. “Kalau hanya bisa menimbulkan keresahan bagi masyarakat, buat apa digelar? Toh kompetisi kita tak menghasilkan prestasi apa-apa. BLI harus menyiapkan infrastruktur yang kuat jika berniat melaksanakan kompetisi tahun ini,” jelasnya.
Beberapa pihak menilai, penghentian kompetisi setahun untuk menata kembali dan memperbaiki sistem serta perangkat kompetisi lebih arif ketimbang diteruskan tapi rawan masalah.
Ketua Umum Persebaya, Arif Afandi, menilai usulan itu cukup baik. “Sepakbola kita perlu perenungan dan introspeksi diri. Semua insan bola juga harus melakukan perbaikan selama setahun kompetisi dihentikan. Tapi jika berhenti tapi tidak melakukan apa-apa, sama juga bohong, terutama jika beberapa komponen LI masih melakukan tindakan kotor atau kriminal seperti di LI 2007,” paparnya.
Tanggapan serupa dikemukakan asisten manajer Persekabpas, Udik Djanuantoro. Baginya, penghentian kompetisi sangat tepat. Perlu konsensus bersama untuk membenahi sepakbola nasional. “Berhenti memang bukan jalan keluar, tapi jika kondisinya masih sama seperti musim lalu, mungkin itu opsi yang harus kita pilih,” katanya.
Fokus Terpecah
Penghentian kompetisi juga bisa menjadi sarana efektif agar PSSI bisa berkonsentrasi membenahi persoalan intern. Berbagai kejadian buruk di LI maupun Copa tak bisa dimungkiri merupakan efek domino persoalan di dalam kepengurusan PSSI sendiri.
“Bagaimana konsentrasi mengurusi kompetisi, sementara fokus PSSI terpecah pada gugatan FIFA,” papar Ovan Tobing, pengamat sepakbola asal Malang. “Masa setahun bisa digunakan sebagai ajang pembenahan total PSSI sampai ke-akar-akarnya.”
Toh kalau bicara jujur sebagian besar klub secara umum tak siap mengikuti kompetisi musim ini seiring kebijakan pemerintah melarang penggunaan APBD. Sebagian dari mereka juga diragukan bisa melengkapi prasyarat yang diminta BLI agar bisa mengikuti kompetisi Liga Super sesuai standar AFC.
"Banyak persoalan yang kami hadapi. Mulai dari soal stadion yang berstandar internasional hingga upaya mencari uang pengganti APBD untuk dipakai berkompetisi," ucap Bambang Cipto, Ketua Harian Persija.
Tetapi ide tersebut dinilai Direktur Kompetisi BLI, Joko Driyono, bukan solusi yang tepat. “Kondisi sepakbola kita akan kian terpuruk jika kompetisi dimatikan. Membiarkan kompetisi berjalan dengan segala kelebihan maupun kekurangan jauh lebih baik dibanding tak melakukan apa-apa,” ucap Joko.
(Penulis: Ario Yosia/Indra Ita/Fahrizal Arnas/Budi Kresnadi)