Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Ada yang berbeda dari penampilan para wasit (umpire) dan hakim servis (service judge) di Kejuaraan Dunia 2015 yang digelar di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Mereka yang menyaksikan pertandingan lewat siaran televisi maupun yang menonton secara langsung di Istora pasti penasaran dengan kostum unik para wasit dan hakim servis. Terlihat selembar kain yang melilit di pinggang sang pengadil di lapangan itu. Setelah diperhatikan secara saksama, ternyata kain itu adalah batik.
“Kami memang ingin memberikan sentuhan warna lokal di ajang ini. Kain itu hanya batik biasa yang kami beli di sebuah gerai batik terkemuka di Indonesia. Penting untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional,” kata Bambang Roedyanto, Kasubid Hubungan Internasional PP PBSI, kepada Harian BOLA.
Awalnya, PP PBSI berniat menggunakan seragam corak batik buat wasit dan hakim servis yang bertugas seperti di turnamen BCA Indonesia Open. Namun, hal itu dibatalkan karena terbentur dengan kepentingan sponsor.
“Kejuaraan Dunia kan hajatannya Federasi Badminton Dunia (BWF) dan mereka sudah punya sponsor sendiri. Jadi, kami akhirnya memilih terobosan ini dengan memadupadankan warna kain batik dengan warna seragam yang dipakai,” ujar Bambang.
Bahkan, awalnya para wasit dan hakim servis juga bakal menggunakan udeng (penutup kepala dari kain khas Bali) dan bunga di telinga. Akan tetapi, keberadaan dua hiasan kepala tersebut bisa mengganggu kenyamanan dan pekerjaan wasit dan hakim servis, sehingga hanya kain batik di pinggang saja yang digunakan.
“Terutama wasit, mereka harus memakai earphone (alat bantu pendengaran). Kalau memakai udeng dan bunga kami khawatir mereka jadi tidak nyaman dalam melakukan tugasnya,” ujar Bambang.
Tanggapan Positif
Bambang mengungkapkan sejauh ini para wasit dan hakim servis, terutama yang bukan berasal dari Indonesia, memberikan tanggapan positif dengan inovasi yang diperkenalkan PBSI.
“Mayoritas sangat antusias dengan terobosan kami. Mereka juga pasti bosan dengan seragam yang itu-itu saja di setiap turnamen. Dengan memakai kain batik, mereka mendapat pengalaman baru,” kata Bambang.