Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sosok Rahmad Darmawan di Sriwijaya tak hanya seorang pelatih yang disegani, tapi juga individu yang elegan, kebapakan, sekaligus penyeimbang suasana internal. Sepintas tak tampak jika Rahmad seorang didikan militer.
Gaya bicaranya malah terkesan lembut, tidak meledak-ledak. Kini dia masih aktif di Kesatuan Marinir dengan pangkat kapten. Sebagai mantan pemain, Rahmad memang tak mau menonjolkan kemiliterannya.
“Saya harus beradaptasi. Prinsip militer seperti kedisiplinan diutamakan, tapi tidak kaku. Nah, kedisiplinan pribadi itu terbawa dalam tim,” ungkap Rahmad.
Hal tersulit bagi Rahmad bukan soal menempa fisik dan teknik pemain, melainkan menyeimbangkan kondisi mental pemain dalam kompetisi yang sangat ketat.
“Kami sangat lelah pada semifinal dan final kemarin. Apalagi sebelumnya kami juga bermain hingga adu penalti dengan Pelita Jaya. Saat lelah, saya harus membuat anak-anak nyaman. Karena itu, saya lebih banyak memberi latihan yang bersifat rekreasi,” katanya.
Pemain asal Brasil, Carlos Renato Elias, memuji sosok Rahmad sebagai pelatih terbaik selama kariernya. “Dia tak pernah memarahi pemain. Kalau kami salah, dia mendekati dengan cara seperti seorang sahabat, tapi tetap profesional. Ini yang membuat kami lebih respek,” ungkap Carlos.
Pahit manis telah dirasakan Rahmad selama jadi arsitek sepakbola. Jejak karier kepelatihannya dimulai di Persikota. Hampir sembilan tahun dia bersama Bayi Ajaib. “Kenangan terpahit kala saya didemo suporter hingga dilengserkan. Sejak di Persipura saya bisa merasakan manisnya sebagai pelatih karena pertama kali mengantar mereka jadi juara liga,” tutur Rahmad, yang menyebut Persikota sebagai tempatnya sekolah. Kini saatnya dia bicara profesional.
(Penulis: Gatot Susetyo)