Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Ferry Rotinsulu, kiper Sriwijaya FC, tak menduga kariernya bakal cepat melesat. Dia juga tak pernah menduga bisa meraih prestasi terbaik bersama tim merebut gelar juara Copa Dji Sam Soe 2007.
“Semua orang punya cita-cita, tapi saya tak menyangka prestasi datang begitu cepat. Ini semua telah digariskan Tuhan,” ucap kiper berusia 26 tahun ini.
Meski kini Ferry jadi idola bak selebritas, dia berusaha tetap membumi. Dia beranggapan langkahnya dalam meniti karier masih jauh. Putra pasangan Edi Rotinsulu dan Hamonda ini merasa dirinya masih muda.
“Orangtua selalu berpesan supaya saya jangan mudah besar kepala dengan apa yang telah diraih. Mereka mengingatkan bahwa roda kehidupan selalu berputar, apalagi sepakbola penuh risiko. Kita tak tahu kapan dapat musibah, semisal cedera. Saya terus berdoa semoga itu tak terjadi,” katanya.
Pengidola Gianlugi Buffon ini juga belajar dari para pemain senior. Terutama mereka yang melejit di usia muda tapi cepat pula tenggelam seiring besarnya porsi pemberitaan media.
“Masih banyak yang harus saya benahi dengan kemampuan sebagai kiper. Saya perlu lebih tenang dan menahan emosi. Maklum, saya masih muda,” ujarnya.
Karena mengakui masih punya kekurangan, sosok yang mengawali karier profesional di klub Persipal Palu itu tak merasa kecewa ketika gelar Pemain Terbaik Copa 2007 disabet striker Persija, Bambang Pamungkas.
“Kalau menuruti ego, sebagai manusia tentu kecewa. Tapi, saya harus menghormati dan menghargai orang lain. Di mata juri Bambang mungkin lebih pantas,” katanya.
Ferry mengambil hikmah dan berpikir positif. “Tuhan belum memberi saya rezeki itu. Jika gelar itu bisa saya raih, beban yang saya sandang akan lebih besar. Kalau saya tak bisa malah bisa jadi bumerang,” tuturnya.
Bila dilihat dari sepak terjang dan tradisi gelar terbaik selalu jatuh di tangan pemain tim finalis, Ferry pantas menyandang titel pemain terbaik. Dalam adu penalti di babak semifinal dan final, total Ferry menggagalkan lima tendangan lawan.
“Bukan cuma saya yang pahlawan. Teman-teman lain juga. Ini permainan kolektif, tidak bisa dinilai karena jasa satu orang saja,” ucapnya.
(Penulis: Gatot Susetyo)