Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dua klub Divisi Utama, Persip Kota Pekalongan dan Persekam Metro FC Malang memiliki sejumlah pemain yang juga berprofesi sebagai petugas pemadam kebakaran.
Pemain Persekam Metro FC, Setyo Adi Prastowo, Samsul Bachtiar, Andrianto, Tria Wida, Joko Slamet, dan Amirul B., merupakan pegawai honorer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang UPTD PPBK (Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran) Kota Malang.
Pekerjaan itu diberikan oleh Bupati Malang, Rendra Kresna pada tahun 2011 sebagai ucapan terimakasih karena pemain loyal kepada klub. Meski masih berstatus honorer, pekerjaan itu sangat membantu pemasukan pemain saat kompetisi vakum.
“Kami bersyukur karena memiliki pekerjaan tetap dan itu akan sangat berguna ketika pensiun dari sepak bola,” tutur Setyo Adi.
Persekam Metro FC menyetop gaji pemain pada Mei. Namun, pemain yang diberi pekerjaan masih tetap berlatih seminggu sekali. Selain petugas pemadam kebakaran, pemain Persekam juga dipekerjakan di PDAM dan Pemkab.
Persip Kota Pekalongan juga melakukan hal yang sama. Sejumlah pemain asli daerah diberi pekerjaan di Kantor Pemadam Kebakaran, Pemkot, dan RSUD. Status mereka masih honorer, tapi memiliki kesempatan untuk diangkat sebagai pegawai tetap (PNS).
“Ada lima orang di Damkar (Pemadam Kebarakan), lalu tiga pemain di Pemkot, dan dua orang di RSUD. Hal ini kami terapkan sejak berkompetisi di Divisi I,” kata GM Persip, Aam Ichwan.
Tradisi Perserikatan dan Galatama
Di Indonesia, masih banyak klub yang menjalankan pengelolaan model tersebut, yang merupakan tradisi di era Perserikatan. Mulai tahun 1950-an, klub-klub yang diketuai oleh kepala daerah memberi pekerjaan kepada pemain yang loyal. Kebanyakan, pemain ditempatkan di Pemkot, Pengelola Aset Daerah, PDAM, Pemadam Kebakaran, Bank Daerah, hingga Rumah Sakit.
Kompetisi Galatama juga demikian. Pemain mendapat kesempatan untuk bekerja di klub yang menjadi representasi perusahaan seperti BPD (bank daerah) dan lain sebagainya.
“Bagi sepak bola Indonesia, memberikan pekerjaan kepada pemain adalah kearifan lokal. Di era Perserikatan, pemain sangat senang bila memperkuat klub lalu diberi pekerjaan,” kata Budi Wahyono, mantan pemain PSIS dan timnas era 1980-an yang kini bekerja di sebuah bank milik negara.
Setelah Permendagri No.1 Tahun 2011 diterbitkan dan melarang klub profesional menggunakan dana APBD, cara tersebut ditempuh agar klub tidak mengeluarkan gaji terlalu besar. Sebagai misal, pemain yang diberi pekerjaan hanya mendapat gaji sekitar 2-3 juta rupiah per bulan.
“Hal itu tidak menyalahi Permendagri dan Perda karena siapapun warga masyarakat berhak menjadi pegawai pemerintah,” lanjut Aam.
Gaji pegawai honorer K1-K2 di instansi pemerintah dan BUMD berbeda-beda di setiap daerah, mulai 400 ribu-1,5 juta.