Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
up dalam tujuh musim ke belakang seharusnya cukup untuk dipakai sebagai acuan para petaruh guna menjagokan Boca Juniors di panggung Copa Libertadores musim ini.
Sejarah memang kembali membuktikan kapasitasnya sebagai faktor penunjang Xeneizes dalam meraih mahkota keempat dalam delapan tahun beruntun. Namun, predikat raja Amerika Selatan ini tak akan tersemat jika bukan lantaran kembalinya Juan Roman Riquelme ke La Bombonera.
Romi, yang dipinjamkan Villarreal menyusul perseteruan tak berujung dengan pelatih El Submarino Amarillo, benar-benar menjadi penentu kesuksesan langkah Boca. Sejak di babak penyisihan grup hingga semifinal, Romi berkontribusi optimal bagi Boca.
Puncaknya, Argentino yang sempat pensiun tapi kemudian kembali lagi ke Tim Tango ini menjadi tokoh sentral saat Boca melakoni sepasang laga final kontra Gremio. Di semifinal, Gremio sendiri “dipaksa” bentrok melawan Santos, rival senegara, demi menghindari all-Brazilian final.
Apes bagi Gremio yang terkena kebijakan anyar Conmebol ini. Soalnya, Boca, yang mereka lawan, kadung menguat dengan suntikan semangat yang dibawa Romi. Pada 1st leg di La Bombonera, Romi menyumbang satu gol guna memenangkan Boca 3-0.
Sementara itu, ketika melawat Estadio Olimpico Monumental, eks gelandang Barcelona ini malah memboyong kedua gol, untuk melengkapi agregat lima gol tanpa balas Boca atas Gremio. Tiga gol Roman di final menempatkannya di tangga kedua top scorer turnamen dengan total 8 gol.
“Boca adalah raja Amerika dan Roman adalah pangerannya,” tulis harian Pagina12 tentang sukses pasukan Miguel Angel Russo.
(Penulis: Sapto Haryo Rajasa)