Pertemuan antara Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, dan Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Djohar Arifin, di Kantor Kemenpora, Selasa (23/6/2015), masih belum menghasilkan rumusan untuk perbaikan sepak bola nasional. Sebaliknya, ego dua organisasi itu masih jelas terlihat.
Menpora masih berkukuh enggan menarik sanksi kepada
PSSI. Dia justru meminta FIFA selaku otoritas sepak bola tertinggi untuk mereformasi diri terlebih dulu.
"Bagaimana mau dicabut kalau FIFA masih sibuk sendiri? FIFA harus membersihkan diri dulu," ujar Imam seusai pertemuan.
Terkait skandal korupsi yang terkuak pada Mei lalu, FIFA seolah menutup diri. Sampai-sampai, Presiden Sepp Blatter pun mengundurkan diri dari kursinya pada 2 Juni lalu.
Rencananya, FIFA akan menggelar Kongres Luar Biasa untuk pemilihan presiden baru antara Desember 2015 dan Maret 2016. Menurut Imam, sanksi terhadap
PSSI itu baru akan dicabut sampai selesai FIFA menggelar KLB.
https://bola.kompas.com/read/2015/06/23/19103218/FIFA.Bersih.Dulu.Menpora.Baru.Cabut.Sanksi.
PSSI
Pada pertemuan itu, wakil
PSSI yang hadir adalah Djohar Arifin. Hal ini tak lepas dari surat pembekuan Kemenpora kepada
PSSI pada 17 April. Dengan demikian, Kemenpora tidak mengakui hasil Kongres Luar Biasa pada 18 April dan menghasilkan La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum baru.
Kendati demikian, Djohar menolak jika disebut kehadirannya untuk mencari kekuasaan. Dia berdalih, kehadirannya untuk menyelamatkan sepak bola nasional.
"Saya tidak ingin memburu kekuasaan. Saya hanya memikirkan bagaimana menyelamatkan ribuan pemain yang tidak tentu makannya," ujar dia.
Dia juga membantah pertemuan dengan Menpora membahas pembentukan kepengurusan
PSSI baru. "Jangan sampai ada dualisme. Saya tak ingin itu terjadi," tutur Djohar.
Kendati demikian, kehadiran Djohar pada pertemuan dengan Menpora itu ditanggapi lain oleh
PSSI. Ketua Komite Etik TM Nurlif menilai sikap Djohar yang berdasar KLB lalu didaulat menjadi Ketua Kehormatan telah melanggar kode etik organisasi.
"Kami perlu bersikap untuk mengatakan bahwa siapa pun pengurus yang menjadi bagian dari
PSSI tidak diperkenankan untuk melanggar aturan pasal 3 ayat 1 tentang kode etik," kata Nurlif di kantor
PSSI.
Nurlif juga menjelaskan bahwa komite etik akan melakukan sidang dan mengundang Djohar. "Hasil pertemuan tersebut akan memberikan rekomendasi kepada komite disiplin," lanjut Nurlif.
Melihat ego dari dua organisasi pembina keolahragaan nasional itu, tampaknya butuh waktu lebih lama untuk membenahi keruwetan sepak bola nasional.
Menpora masih berkukuh enggan menarik sanksi kepada PSSI. Dia justru meminta FIFA selaku otoritas sepak bola tertinggi untuk mereformasi diri terlebih dulu.
"Bagaimana mau dicabut kalau FIFA masih sibuk sendiri? FIFA harus membersihkan diri dulu," ujar Imam seusai pertemuan.
Terkait skandal korupsi yang terkuak pada Mei lalu, FIFA seolah menutup diri. Sampai-sampai, Presiden Sepp Blatter pun mengundurkan diri dari kursinya pada 2 Juni lalu.
Rencananya, FIFA akan menggelar Kongres Luar Biasa untuk pemilihan presiden baru antara Desember 2015 dan Maret 2016. Menurut Imam, sanksi terhadap PSSI itu baru akan dicabut sampai selesai FIFA menggelar KLB.
Pada pertemuan itu, wakil PSSI yang hadir adalah Djohar Arifin. Hal ini tak lepas dari surat pembekuan Kemenpora kepada PSSI pada 17 April. Dengan demikian, Kemenpora tidak mengakui hasil Kongres Luar Biasa pada 18 April dan menghasilkan La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum baru.
Kendati demikian, Djohar menolak jika disebut kehadirannya untuk mencari kekuasaan. Dia berdalih, kehadirannya untuk menyelamatkan sepak bola nasional.
"Saya tidak ingin memburu kekuasaan. Saya hanya memikirkan bagaimana menyelamatkan ribuan pemain yang tidak tentu makannya," ujar dia.
Dia juga membantah pertemuan dengan Menpora membahas pembentukan kepengurusan PSSI baru. "Jangan sampai ada dualisme. Saya tak ingin itu terjadi," tutur Djohar.
Kendati demikian, kehadiran Djohar pada pertemuan dengan Menpora itu ditanggapi lain oleh PSSI. Ketua Komite Etik TM Nurlif menilai sikap Djohar yang berdasar KLB lalu didaulat menjadi Ketua Kehormatan telah melanggar kode etik organisasi.