Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pemain dan pelatih menjadi korban dari perseteruan antara Menpora dan PSSI yang berujung dihentikannya kompetisi. Akibatnya, sebagian dari mereka kehilangan mata pencaharian.
“Kami, pelatih, dan juga pemain yang merasakan dampak langsung dari apa yang terjadi saat ini. Terutama setelah kompetisi dibubarkan. Kini, saya hanya jadi pengangguran. Saya menjadi bapak rumah tangga dulu. Pekerjaan saya sekarang mengantar dan menjemput anak sekolah,” ungkap Widiantoro, yang terakhir kali menangani tim promosi Divisi Utama, Perserang Serang.
Menurutnya, tak sedikit pelatih klub QNB yang galau dengan dibubarkannya kompetisi. Banyak di antara mereka yang menganggur.
“Kalau pelatih QNB saja mengeluhkan kondisi seperti ini karena mereka tak punya penghasilan, bagaimana dengan pelatih klub Divisi Utama seperti saya. Beruntung, istri saya bekerja sehingga problem keuangan kami tidak terlalu terganggu,” jelasnya.
Lebih repot lagi, gajinya sebagai pelatih masih ditunggak manajemen klub. Widiantoro mengungkapkan dua bulan gajinya belum dibayarkan.
“Kompetisi berhenti, dua bulan gaji akhirnya tak dibayarkan. Bagaimana gaji dibayarkan bila sponsor batal masuk. Kompetisi bubar, sponsor akhirnya batal sehingga gaji pun terkatung-katungn. Akhirnya pelatih dan pemain yang menjadi korban,” kata mantan pelatih Persis ini.
“Kami hanya orang kecil. Saat kehilangan pekerjaan tentu mengalami kesulitan. Beda dengan para petinggi yang berseteru. Mereka sudah kaya dan tak bermasalah dengan keuangan. Kompetisi ada atau tidak ada, mereka tak terpengaruh. Sementara, kami yang direpotkan dengan kondisi seperti ini,” ungkapnya.