Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kento Momota dan Sejarah Baru di Jakarta

By Ade Jayadireja - Kamis, 11 Juni 2015 | 20:48 WIB
Kento Momota (Herka Yanis/Bolanews)

matian sampai titik darah penghabisan. Dalam novel berjudul Anata No Koe Ga Kikitai karya Estuko Kishikawa, makna falsafah tersebut adalah tentang bertahan, tidak pernah menyerah, dan melakukan yang terbaik. Hal inilah yang membuat bangsa Nipon mampu bangkit setelah mengalami musibah gempa pada 2011.

Falsafah gambaru mengakar di masyarakat Jepang. Mulai dari rakyat biasa, kalangan elite, sampai atlet top seperti Kento Momota.

Momota lahir di Perfektur Kagawa, Jepang, 20 tahun yang lalu. Lelaki ini kemudian meniti karier menjadi seorang pebulu tangkis hebat. Tidak banyak yang mengenal Momota sampai akhirnya ia menjadi juara BCA Indonesia Open Superseries Premier 2015.

Selain memproduksi acara-acara televisi kreatif, Jepang dikenal sebagai salah satu negara penghasil talenta-talenta hebat di bidang olah raga. Sepak bola memang paling populer di negara yang beribu kota di Tokyo. Beberapa nama dalam olahraga Si Kulit Bundar sudah familiar di telinga masyarakat Indonesia. Mulai dari Hidetoshi Nakata, Shinji Ono, Shunsuke Nakamura, sampai sekarang ada nama Keisuke Honda.

Setelah sepak bola, bulu tangkis mulai naik pamor di Jepang. Beberapa atlet tepok bulu dari Negara Matahari Terbit telah mengecap sukses. Sebut saja Kenichi Tago, Sho Sasaki, hingga Misaki Matsutomo yang sempat diperbincangkan penggemar bulu tangkis Indonesia karena kecantikannya. Semuanya merupakan pebulu tangkis hebat. Namun, ironisnya, mereka semua justru belum pernah merasakan juara di Indonesia.

Rasa penasaran Jepang tuntas di tangan Momota. Minggu (7/6), ia sukses menyudahi penantian selama puluhan tahun. Pemuda berusia 20 tahun itu mengukir rekor yang akan terus tercatat dalam sejarah, menjadi pemain Jepang pertama yang menjuarai Indonesia Open.

Momota keluar sebagai juara dalam turnamen Superseries Premier bertajuk BCA Indonesia Open 2015 yang didukung oleh Bakti Olahraga Djarum Foundation dengan penuh perjuangan dan keringat. Di final, ia berhasil membungkam Jan Jorgensen yang menyandang status juara bertahan. Momota menyudahi perlawanan pebulu tangkis asal Denmark tersebut lewat pertarungan seru tiga gim (16-21, 21-19, 21-7).

Titel Premier Superseries BCA Indonesia Open 2015 melengkapi raihan gelar Piala Thomas 2014 dan Singapore Open 2015 yang lebih dulu ia raih. Sederet gelar ini melambungkan nama Momota ke dalam jajaran pebulu tangkis elite dunia. Pecinta olah raga Jepang menantikan lahirnya raja bulu tangkis baru.

Ada satu hal menarik yang pernah diungkapkan Momota di sebuah wawancara usai bertanding. Dalam menjalani karier, ia punya prinsip pantang menyerah dan berjuang tanpa lelah dalam menghadapi tantangan apapun. Hal tersebut sejalan dengan falsafah gambaru yang selama ini dianut bangsa Jepang.

Ucapan Momota tak hanya asal keluar dari mulut. Ia membuktikannya di lapangan. Di pertandingan final, contohnya. Usai kalah 16-21 dari Jorgensen pada gim pertama, pemain kidal itu menolak menyerah dan akhirnya mampu memenangi dua gim berikutnya.

Mungkin, para pebulu tangkis kita bisa mengadaptasi falsafah gambare untuk mengembalikan lagi kejayaan di tanah sendiri. Masih ada waktu berbenah, bersiap, dan terus berjuang tanpa lelah sembari menantikan edisi Indonesia Open berikutnya.