Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Itulah kalimat yang meluncur dari bibir Sigit Budiarto. Penegasan mantan pemain Pelatnas Cipayung yang kini membela klub Djarum itu untuk menyikapi pemanggilan dirinya masuk dalam tim bayangan Piala Thomas 2008 Indonesia.
“Karena tenaga saya masih diperlukan untuk membela nama bangsa dan negara, saya pun menyatakan siap. Insya Allah tenaga saya masih kuat,” tutur Sigit.
Dalam pengukuhan tim bayangan Tim Piala Thomas 2008 oleh Ketua Umum PB PBSI Sutiyoso di Cipayung, akhir September, nama Sigit dan Candra Wijaya dipanggil masuk tim kembali. Pemanggilan ini dimaksudkan agar sektor ganda Tim Merah-Putih makin solid.
“Kalau Djarum mengizinkan, tentu saya harus mempersiapkan diri lebih baik lagi. Paling tidak saya juga harus berlatih lebih keras lagi. Apalagi, ini demi membela bangsa,” tegasnya.
Jadi Pelatih
Setelah berpisah dengan Candra, Sigit sempat duet dengan Trikus. Namun, setelah kedua rekannya itu pensiun, penggemar sepakbola itu lalu digandengkan dengan Flandy Limpele dan sempat menjadi juara di Singapura Terbuka pada Juni 2006.
Setelah mundur dari Pelatnas Cipayung akhir 2006, pemain kelahiran Sleman, DIY, 24 November 1975, itu kembali ke klub lamanya. Di Djarum dia sempat berduet dengan Fran Kurniawan dengan tampil di sejumlah turnamen. Sayang hasilnya belum menggembirakan, meski pernah ke semifinal Jerman Terbuka dan Osaka Internasional Challenge 2007.
Belakangan, Sigit menekuni dunia kepelatihan. Di klub Djarum, Sigit diberi tanggung jawab memoles pemain-pemain ganda junior. Itu dilakukan di GOR Djarum, Petamburan, atau GOR Asia-Afrika, Senayan. Termasuk mempersiapkan tim Indonesia yang banyak diperkuat pemain Djarum ke Kejuaraan Dunia Junior di Auckland, Selandia Baru, akhir Oktober ini.
“Tahun ini saya terpaksa tidak mudik karena ikut mempersiapkan pemain Djarum ke Kejuaraan Dunia Junior. Katanya, sih, saya dan Marleve Mainaky ditunjuk sebagai pelatih,” tutur Sigit.
Wajar belakangan ini Sigit kerap bolak-balik Senayan Petamburan. Uniknya, untuk menjangkau dua tempat yang tidak jauh itu, Sigit lebih senang mengendarai sepeda motor. “Maklum, Jakarta saat ini macet berat. Lebih asyik naik motor,” akunya.
(Penulis: Broto Happy W.)